Rabu, 28 November 2012

Satuan Acara Penyuluhan (SAP) TBC


SATUAN ACARA PENYULUHAN

i.               TOPIK
Waspada Akan Bahaya TBC

ii.             PERMASALAHAN
Kurangnya informasi akan bahaya penyakit TBC

iii.           SASARAN
Pemuda Karang Taruna RT 005/RW 003 Pulo Tawangsari Jombang

iv.           TEMPAT dan WAKTU
Hari/Tanggal      : Sabtu, 10 Maret 2012
Waktu                : 10.00 WIB – Selesai
Tempat               : Posyandu Pulo Tawangsari gg. 01 Pulolor Jombang

v.             TUJUAN
A.  Tujuan Umum
Setelah dilakukan penyuluhan, diharapkan Peserta mampu memahami dan lebih waspada akan bahaya TBC (Tuberkulosis).
B.  Tujuan Khusus
Setelah dilakukan penyuluhan, Peserta dapat:
Ø  Menjelaskan pengertian penyakit TBC
Ø  Menjelaskan penyebab TBC
Ø  Menjelaskan kewaspadaan terhadap TBC
Ø  Menjelaskan tentang penanganan TBC

vi.           MATERI
Terlampir

vii.         METODE PENYAMPAIAN
a.         Ceramah
b.        Tanya Jawab

viii.       MEDIA
Leaflet
Powerpoint

ix.           TABEL KEGIATAN
Tahap Kegiatan dan Waktu
Kegiatan
Media
Perawat
Peserta
Pembukaan
( 5 menit )
i.        Salam Pembuka
ii.      Memperkenalkan diri
iii.    Menjelaskan maksud dan tujuan
iv.    Membagikan leaflet
Mendengarkan dan memperhatikan perawat/penyaji
Powerpoint dan leaflet
Penyajian
( 15 menit )
Menyampaikan materi
Mendengarkan dan memperhatikan penyaji
Powerpoint dan leaflet
Penutupan
( 10 menit )
i.        Melakukan tanya jawab
ii.      Menutup pertemuan
Memperhatikan dan ikut bertanya serta menjawab
Powerpoint dan leaflet

x.             EVALUASI
A.  Evaluasi Struktur      : Diharapkan penyuluhan berjalan sesuai dengan struktur yang                               telah dibuat.
B.   Evaluasi proses         : Diharapkan peserta sasaran mengikuti sampai kegiatan selesai                              dilaksanakan.
C.   Evaluasi Hasil           : Diharapkan peserta mengerti tentang waspada penyakit                                        TBC.

xi.           DAFTAR PUSTAKA

1.      Nurchasanah. 2009. Ensiklopedi Kesehatan Wanita. Yogyakarta: Familia
2.      Soedarto. 2009. Penyakit Menular di Indonesia. Jakarta: Sagung Seto
3.                    Widiyanto, Sentot. 2009. Mengenal 10 Penyakit Mematikan. Yogyakarta: PT Pustaka Insan Madani
4.                  Misnadiarly. 2007. Mengenal, Mencegah, Menanggulangi TBC. Semarang: Yayasan Obor Indonesia
5.      Laban, Yoannes Y. 2007. TBC: Penyakit & Cara Pencegahan. Yogyakarta: Kanisius


MATERI

A.           Definisi TBC
            TBC atau dikenal juga dengan Tuberkulosis adalah infeksi yang disebabkan oleh basil tahan asam disingkat BTA, nama lengkapnya Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini pada umumnya menyerang paru-paru, namun terkadang juga dapat menyerang organ lain seperti ginjal, tulang, limpa, dan otak.
            Tuberculosis berasal dari bahasa Latin “Tuberkel” yang artinya tonjolan kecil dan keras yang terbentuk sewaktu sistem kekebalan tubuh membangun dinding pengaman untuk membungkus bakteri Mycobacterium tuberculosis di dalam paru-paru.

B.            Penyebab TBC
            Seperti yang telah dijelaskan di atas, Tuberculosis disebabkan oleh Basil Tahan Asam, Mycobacterium tuberculosis. Di dalam jaringan tubuh, bakteri Mycobacterium tuberculosis berada dalam keadaan dormant, yaitu tidak aktif atau tertidur dalam waktu beberapa tahun. Mycobacterium tuberculosis akan mati dengan cepat jika terkena sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup selama beberapa jam bila berada di tempat yang gelap dan lembab.

C.            Penularan TBC
            Tuberculosis ditularkan melalui droplet (percikan dahak) atau titik-titik air dari bersin atau batuk dari orang yang terinfeksi kuman tuberkulosis, Bakteri TBC terhisap melalui saluran pernapasan masuk ke dalam paru, kemudian bakteri masuk lagi ke saluran limfe paru dan dari ini bakteri TBC menyebar ke seluruh tubuh melalui aliran darah. Melalui aliran darah inilah bakteri TBC menyebar ke berbagai organ tubuh. Anak-anak sering mendapatkan penularan dari orang dewasa di sekitar rumah maupun saat berada di fasilitas umum seperti kendaraan umum, rumah sakit dan dari lingkungan sekitar rumah.

D.           Gejala TBC
Ø   Gejala Umum
1.    Batuk lebih dari empat minggu. Pengobatan biasa yang dilakukan seperti biasa tak mampu meredakan frekuensi batuk.
2.    Batuk menahun dan berlendir., terutama waktu bangun tidur.
3.    Panas ringan pada sore hari dan berkeringat pada malam hari.
4.    Terdapat rasa sakit pada dada atau punggung atas.
5.    Berat badan turun dan badan semakin lemah dalam beberapa tahun berturutan.
6.    Pada anak-anak seringkali dapat diraba di tepi kanan atau kirinya terdapat benjolan (pembengkakan kelenjar-kelenjar).

Ø   Gejala Khusus
1.    Tergantung dari organ tubuh mana yang terserang, bila terjadi sumbatan sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara “mengi”, suara nafas melemah yang disertai sesak.
2.    Jika ada cairan di rongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan keluhan sakit di dada.
3.    Jika mengenai tulang, akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di atasnya, pada muara ini akan keluar cairan nanah.
4.    Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi, adanya penurunan kesadaran, dan kejang-kejang.

E.            Diagnosa TBC
            TBC dapat kita diagnosa  melalui pengkajian dari gejala klinis ,pemeriksaan fisik ,gambaran radiologi atau Rontgen Paru  dan pemeriksaan laboratorium klinis maupun bakteriologis.
1.    Gejala klinis yang sering ditemui pada tuberculosis paru adalah batuk yang tidak spesifik  tetapi progresif.
2.    Pada pemeriksaan fisik kadang kita dapat menemukan suara yang khas tergantung seberapa luas dan dan seberapa jauh kerusakan jaringan paru yang terjadi.
3.    Pemeriksaan Rontgen dapat menunjukkan gambaran yang bermacam macam dan tidak dapat dijadikan gambaran diagnostik yang absolut dari Tuberculosis Paru.
4.    Pada pemeriksaan laboratorium  ,peningkatan  Laju Endap Darah dapat menunjukan  proses yang sedang aktif ,tapi laju endap darah yang normal bukan berarti menyingkirkan adanya proses Tuberculosis.

5.    Penemuan adanya BTA pada Dahak , bilasan bronkus ,bilasan lambung ,cairan pleura atau jaringan paru adalah sangat penting untuk mendiagnosa TBC Paru. Sering dianjurkan untuk pemeriksaan dahak sebanyak 3 kali  untuk dahak yang diambil pada pagi hari.

F.            Pencegahan TBC
1.    Makan makanan yang baik dengan gizi yang seimbang.
2.    Olahraga teratur.
3.    Istirahat yang cukup.
4.    Mengkonsumsi multivitamin yang membantu menjaga daya tahan tubuh.
5.    Biasakan mencuci tangan.
6.    Berhenti merokok, hindari minum minuman beralkohol, dan obat bius atau penenang.
7.    Mengatur sistem sirkulasi udara di rumah.
8.    Membiarkan jendela terbuka agar sinar matahari dapat masuk.
9.    Menggunakan masker saat kontak atau berada di dalam suatu ruangan dengan penderita TBC.
10.    Pemberian vaksin BCG ( Bacille Calmette-Guerin )

G.           Pengobatan TBC
            Minum obat dengan teratur dan benar sesuai dengan anjuran dokter  selama 6 bulan berturut-turut tanpa terputus. Jenis, jumlah, dan dosis obat yang cukup serta teratur dalam menjalankan proses pengobatan. Bila minum obat tidak teratur maka dapat berakibat kuman TBC tidak mati, tumbuh resistensi obat, kuman menjadi kebal sehingga kuman TBC sulit sembuh.
Ada dua jenis obat yang diberikan kepada penderita TBC;
·         Obat Primer     : Isoniazid, Rifampicin, Pyrazinamide, Streptomycin, Ethambutol.
·     Obat Sekunder          : Exonamide, Paraaminosalisilat, Amikacin, Cycloserin, Kapreomicin, Kanamicin.

            Demi suksesnya pengobatan ini WHO menganjurkan menggunakan strategi penyembuhan jangka pendek dengan pengawasan langsung yang dikenal dengan istilah DOTS ( Directly Observed Treatment Shortcourse Chemotherapy) yang meliputi mendeteksi pasien, melakukan pengobatan, dan melakukan pengawasan langsung. Anggota keluarga ikut aktif dalam memperhatikan penderita dalam meminum obatnya secara teratur dan benar.

Tindakan Keperawatan: Pemeriksaan Fisik Telinga


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
     Proses keperawatan adalah struktur bagian dengan menggunakan pengetahuan dan keterampilan yang dilakukan oleh perawat untuk mengekspresikan kebutuhan perawatan (human caring). Proses keperawatan digunakan secara terus menerus ketika merencanakan dan memberikan asuhan keperawatan dengan mempertimbangkan pasien sebagai figur sentral dalam merencanakan asuhan dengan mengobservasi respon pasien. Pada saat pengkajian ini, perawat harus menentukan data apa yang perlu dikaji pada awal pertemuan sebagi dasar sehingga perawat mempunyai gambaran tentang keadaan klien dan masalah yang perlu ditangani saat itu. Proses pengkajian terus dilakukan selama klien dirawat untuk memantau terjadinya perubahan dan adanya informasi baru. Dasar utama dalam melakukan pengkajian adalah data yang akurat, lengkap, dan sesuai dengan kenyataan.
     Dalam makalah ini difokuskan untuk membahas tentang pengkajian pada Telinga. Pengkajian perawat terhadap rongga telinga menentukan kemampuan klien untuk mendengar. Kondisi rongga timpani juga merupakan indikasi penting tentang kebiasaan higiene klien. Perawat memeriksa rongga telinga terhadap adanya perubahan setempat atau sistemik yang dapat mengganganggu proses pendengaran dan membuat klien cenderung mengalami gangguan kesehatan yang lebih serius.

1.2 Rumusan Masalah
  1. Bagaimana anatomi dan fisilogi rongga telinga?
  2. Bagaimana pengkajian telinga?
  3. Bagaimana diagnosa keperawatan pada gangguan telinga?
  4. Bagaimana pertimbangan pediatrik dan gerontologik yang perlu diperhatikan pada pengkajian rongga telinga?
  5. Bagaimana penyuluhan kesehatan rongga telinga?

1.3 Tujuan
  1. Dapat mengetahui anatomi dan fisiologi telinga.
  2. Dapat memahami apa saja yang harus diperhatikan pada pengkajian telinga.
  3. Dapat memahami diagnosa keperawatan pada gangguan rongga telinga.
  4. Dapat memahami pertimbangan pediatrik dan gerontologi yang perlu diperhatikan pada pengkajian telinga.
  5. Dapat menjelaskan penyuluhan kesehatan telinga pada klien.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Anatomi dan Fisiologi Telinga
Organ pendengaran terdiri dari telinga eksternal, tengah, dan dalam. Gelombang suara ditransmisikan melalui liang telinga luar yang menyebabkan membran timpani yang sensitif bergetar dan mengkonduksi gelombang suara melalui tulang-tulang osikel telinga tengah ke organ sensori telinga dalam. Kanalis semisirkularis, vestibula, dan koklea dalam telinga tengah adalah struktur sensori untuk pendengaran dan keseimbangan. Gelombang suara merambat ke dalam impuls-impuls saraf, yang bergerak dari telinga dalam sepanjang saraf kranial kedelapan ke otak.
Mukosa telinga tengah memproduksi sejumlah kecil getah, yang dibersihkan dengan cepat oleh gerak silia dari tuba eustakia, suatu lorong kartilago dan tulang antara nasofaring dan telinga tengah.

2.2 Pengkajian Telinga
i.      Alat Khusus
·      Otoskop
·      Spekulum telinga (pilih yang terbesar yang dapat masuk dengan nyaman)
·      Garpu Tala (256, 512, 1024 Hz)

ii.    Persiapan Klien
Ø Buat klien dewasa duduk selama pemeriksaan.
Ø Jelaskan langkah prosedur, terutama saat otoskop dimasukkan, dan yakinkan klien bahwa secara normal prosedur ini bebas nyeri.

iii.  Riwayat
§  Apakah klien mengalami nyeri telinga, gatal, keluar cairan, tinitus (telinga berdenging), vertigo, atau perubahan pendengaran? Perhatikan timbul dan lamanya serangan.
§  Apabila klien mengalami masalah pendengaran saat ini, perhatikan timbulnya, faktor pemberat, dan efek pada aktivitas sehari-hari.
§  Kaji risiko masalah pendengaran (bervariasi sesuai kelompok usia), meliputi hipoksia saat kelahiran, meningitis, berat lahir kurang dari 1500g, riwayat keluarga kehilangan pendengaran, kelainan kongenital dari tengkorak atau wajah, infeksi intrauterus non-bakterial (rubella dan herpes), dan terpajan terus menerus pada kebisingan tingkat tinggi.
§  Tentukan apakah klien menggunakan alat bantu pendengaran.
§  Apakah klien pernah mengalami pembedahan atau trauma telinga?
§  Tentukan keterpajanan klien terhadap bunyi-bunyi keras saat bekerja dan ketersediaan alat pelindung.
§  Perhatikan perilaku yang menunjukkan kehilangan pendengaran, termasuk kegagalan berespon saat diajak berbicara; pengulangan pertanyaan, “Apa yang telah anda katakan?”; mendekatkan diri untuk mendengar; anak tak menunjukkan perhatian atau menggunakan nada suara monoton atau keras.
§  Tanyakan apakah klien minum aspirin berdosis tinggi atau obat-obatan ototoksik lainnya seperti aminoglikosida, furosemid, streptomicin, dan asam etarkrinik.
§  Tanyakan bagaimana klien secara normal membersihkan telinga.

iv.  Teknik Pengkajian
v Inspeksi Daun Telinga
No.
Pengkajian
Hasil Normal
1.






2.




3.


4.




5.
Inspeksi posisi, warna, ukuran, bentuk, dan simetrisitas daun telinga dan bandingkan dengan hasil normal.
Pastikan untuk memeriksa permukaan lateral dan medial dan jaringan sekitarnya.

Dengan lembut palpasi daun telinga mengenai tekstur, adanya nyeri, pembengkakkan, dan nodul-nodul.


Palpasi prosesus mastoideus mengenai nyeri, pembengkakkan dan nodul.
Apabila telinga tampak inflamasi atau bila klien menderita nyeri, tarik lobul (lobus lunak di dasar daun telinga) dan tekan tragus untuk mendeteksi peningkatan nyeri.
Inspeksi liang pendengaran eksternal dan perhatikan adanya cairan atau bau.
Daun telinga berukuran sebanding dan setingkat satu sama lain dengan titik puncak penempelan pada lipatan luar mata. Posisi daun telinga vertikal terhadapa suatu garis yang ditarik memanjang dari lipat luar (mata) ke titik penempelan.
Daun telinga secara halus, kuat, dapat digerakkan dan tanpa nodul-nodul.
Jika ditekuk ke depan, daun telinga kembali ke posisi normal setelah dilepas.
Mastoid halus, tanpa nodul, dan tidak nyeri.

Penarikan daun telinga secara tidak nyeri. Bila penarikan daun telinga mengakibatkan peningkatan nyeri yang sudah ada, klien mungkin menderita infeksi telinga tengah.
Liang seharusnya tidak bengkak atau tertutup. Serumen seperti getah kekuningan merupakan kejadian umum.

Penyimpangan dari Normal
·         Pasangan telinga berkedudukan rendah dapat menandakan suatu kelainan kongenital.
·         Kemerahan pada daun telinga bisa mengindikasikan inflamasi atau demam. Daun telinga yang pucat dapat menandakan terjadinya radang dingin (frosbite)
·         Nyeri pada telinga luar saat palpasi dapat mengindikasi suatu infeksi telinga luar.
·         Pengeluaran cairan bernanah dan berbau busuk berhubungan dengan otitis media (infeksi telinga tengah) atau adanya benda asing.
·         Bila klien mempunyai riwayat trauma kepala, cairan bercampur darah atau serosa pada liang eksternal mungkin menandakan adanya retak tengkorak.

v Pemeriksaan Otoskopik
No.
Pengkajian
Hasil Normal
1.


2.




3.




4.


5.


6.




7.




8.
9.
Periksa mulut liang terhadap adanya benda asing sebelum memasukkan spekulum.
Minta Klien agar menghindari gerakkan kepala selama pengkajian, untuk menghindari kerusakkan pada liang telinga dan membran timpani.
Pegang otoskop diantara ibu jari dan jari telunjuk, ditopang dengan jari tengah (tangan kanan untuk telinga kanan dan tangan kiri untuk telinga kiri).
Sisi ulnar tangan diletakkan di atas kepala klien untuk menstabilkan otoskop.
Minta klien untuk memiringkan kepala ke arah bahu yang berlawanan.
Luruskan liang telinga pada klien dewasa dan anak dengan menarik daun telinga ke atas dan ke belakang (pada bayi ke bawah dan ke belakang).
Masukkan perlahan spekulum ¼ sampai ½ (1 sampai 1,5cm) ke dalam liang agak ke bawah dan ke depan. Jangan mengorek liang telinga.
Hindari gerakkan tiba-tiba.
Inspeksi liang pendengaran mulai dari meatus sampai ke membran timpani tentang warna, lesi, benda asing, dan serumen atau pengeluaran cairan.
Liang telinga bebas dari lesi, pengeluaran cairan, dan inflamasi.




























Serumen mungkin berwarna kuning, merah, hitam, atau coklat dengan suatu lapisan, seperti getah, konsistensi kental atau encer. Seharusnya terdapat sedikit serumen.
Serumen tidak bau.
Dinding liang telinga berwarna merah muda dan tidak nyeri.
Ketiadaan lesi, pengeluaran cairan, atau benda asing.

No.
Penyimpangan dari Normal
Kewaspadaan Perawat
1.


2.





3.





4.



5.



Inspeksi membran timpani dengan menggerakkan daun telinga untuk melihat keseluruhan gendang dan sisi perifernya. Ini akan membantu untuk membedakan arah cahaya otoskop.






Liang telinga yang kemerahan adalah tanda dari inflamasi.
Cairan bau busuk menandakan infeksi.
Darah mungkin menumpuk di belakang gendang telinga bila tampak tidak berkilat dengan warna kebiruan atau bila kerucut cahaya menyimpang. Membran yang membengkak berwarna merah muda atau merah menandakan adanya inflamasi.
Bila otoskop menyentuh dinding tulang dari liang pendengaran (dua pertiga bagian dalam) klien akan merasa nyeri.
Gendang telinga tidak tembus pandang, berkilat, dan abu-abu kemilau.
Membran timpani bebas dari robekkan atau kerusakan.


Tonjolan tulang malleus dapat terlihat pada pusat gendang telinga di bagian umbo. Cahaya dari otoskop tampak seperti kerucut.
Membran mungkin bergerak saat menelan.
Bila ada benda asing dalam liang telinga, hati-hati agar tidak mendorong benda tersebut masuk lebih jauh ke dalam dengan otoskop. Dengan masuknya benda asing, seorang dokter atau spesialis lain sebaiknya mengeluarkannya.
Bila membran timpani tertutup oleh serumen, irigasi air hangat akan mengeluarkan getah tersebut dengan aman.

v Ketajaman Pendengaran

No.
Pengkajian
Hasil Normal


A.
1.

2.




3.







4.


5.




6.



7.

8.



9.



10.






B.

1.


2.


3.




C.


1.


2.





3.
4.




5.


6.
Tes Penyaringan Sederhana:
Lepaskan alat bantu pendengaran bila klien menggunakan.
Mulailah saat klien berespon terhadap pertanyaan. Seorang klien seharusnya berespon tanpa permintaan berlebihan agar anda mengulang pertanyaan.
Bila diduga terjadi kehilangan pendengaran, periksa respon klien terhadap suara bisikan. Uji satu telinga secara bergiliran saat klien menutupi telinga lainnya dengan jari. Buatlah klien menggerakkan jari ke atas dan ke bawah saat berbisik.
Berdirilah sejauh kurang lebih 1 kaki (30cm) dari telinga yang sedang diuji di sisi samping klien.
Tarik napas penuh dahulu dan bisikan angka-angka acak ke klien, tutupi mulut anda dengan tangan untuk mencegah pembacaan bibir oleh klien.
Minta klien untuk mengulang kata-kata yang terdengar.
Bila perlu, secara bertahap tingkatkan kerasnya bisikan.
Uji telinga satunya dan perhatikan setiap perbedaan.
Untuk menguji pendengaran frekuensi tinggi, sebuah jam berdetak dapat dipegang di dekat telinga sebagai pengganti berbisik.
Penutup telinga dipasang  pada salah satu telinga, seperti yang telah dijelaskan di atas, uji masing-masing telinga secara terpisah.
Pegang jam tangan kira-kira 5 inchi (12,5cm) dari telinga yang diuji dan gerakan jam tersebut maju perlahan ke arah telinga. Minta klien untuk mengatakannya saat detak jam dapat terdengar.

Pengujian Weber untuk ketulian konduksi:
Pegang garpu tala pada tangkainya dan pukulkan ke telapak atau buku jari tangan yang berlawanan.
Letakkan tangkai garpu yang bergetar di tengah puncak kepala klien.
Tanyakan pada klien pakah bunyi terdengar sama jelas pada kedua telinga atau lebih jelas pada salah satu telinga.

Pengujian Rinne untuk membandingkan konduksi udara dan konduksi tulang:
Pegang garpu tala pada tangkainya dan pukulkan ke telapak atau buku jari tangan yang berlawanan.
Sentuhkan tangkai garpu yang bergetar tersebut ke prosesus mastoideus klien. Mulai hitung intervalnya dan minta klien untuk memberitahu anda apabila bunyi sudah tidak terdengar lagi. Perhatikan jumlah detiknya.
Kemudian dengan cepat tempatkan garpu yang masih bergetar itu ½ sampai 1 inchi (1 sampai 2 cm) dekat meatus eksternal salah satu telinga.
Tanyakan klien kapan bunyi tak terdengar lagi, perhatikan jumlah detiknya.
Ulangi pada telinga satunya.



















Klien secara normal dapat mendengar jelas angka-angka yang dibisikkan, berespon dengan benar sedikitnya 50% pada setiap giliran.







Klien secara normal dapat mendengar jam berdetak dari jarak 1 sampai 2 inchi.





Bila klien menghadapi kesulitan pendengaran, uji lebih jauh dengan pengujian garpu tala.



















Pendengaran konduksi udara secara normal terdengar dua kali lebih panjang dari pendengaran konduksi tulang setelah konduksi tulang terhenti (Rinne positif).

No.
Penyimpangan dari Normal
Kewaspadaan Perawat
1.









2.
Tes Weber:
Klien dengan tuli konduksi udara mendengar bunyi garpu tala lebih jelas pada telinga yang sakit karena tulang mengirimkan suara langsung ke telinga.




Tes Rinne:
Klien dengan tuli konduksi udara mendengar garpu tala lebih jelas melalui konduksi tulang (Rinne negatif).

Klien dengan gangguan pendengaran seharusnya dirujuk ke dokter untuk pemeriksaan lebih lanjut. Untuk memperkecil kesulitan komunikasi, berdirilah pada sisi dari telinga klien yang berfungsi lebih baik, bicaralah dengan jelas, dan dalam nada normal, dan hadapi klien sehingga bibir dan wajah anda dapat terlihat.

2.3 Diagnosa Keperawatan
Data-data pengkajian dapat memunculkan karakteristik untuk diagnosa keperawatan berikut ini:
  • Gangguan persepsi/sensori (pendengaran) sehubungan dengan penumpukan serumen, inflamasi liang telinga, atau trauma.
  • Kurang pengetahuan tentang perawatan telinga sehubungan dengan ketidaktepatan informasi.
  • Potensial cedera sehubungan dengan gangguan pendengaran.
  • Nyeri sehubungan dengan inflamasi liang telinga.

2.4 Pertimbangan Pediatrik dan Gerontologi
v Pertimbangan Pediatrik
     Sebelum pemeriksaan otoskopik, pastikan bahwa anak tidak memasukkan benda asing ke dalam telinga. Anak-anak kecil mungkin pelu diikat atau dipegangi oleh orang tua supaya kepala tidak dapat bergerak. Bayi sebaiknya berbaring terlentang dengan kepala menengok ke satu sisi dan lengan terpegang dengan aman di sisi tubuh. Orang tua sebaiknya diajarkan untuk mendidik anaknya agar tidak memasukkan benda asing ke dalam telinga mereka.
v Pertimbangan Gerontologi
     Karena perubahan dari kelenjar sebaseus, gatal-gatal pada liang telinga mungkin menjadi masalah untuk beberapa orang lanjut usia. Penggarukkan atau penggosokkan berlebihan dapat menyebabkan inflamasi sebaiknya dihindari.
     Lobus telinga mungkin memanjang. Membran timpani mungkin menjadi keputihan dan tidak berkilat. Orang lanjut usia seringkali mengalami penurunan kemampuan untuk mendengar suara berfrekuensi tinggi dan bunyi konsonan seperti S, Z, T, dan G.
Selain itu, mereka biasanya mampu mendengar kata-kata yang dibisikkan halus dengan ketepatan 50% dari jarak 1 sampai 2 kaki.
     Orang usia lanjut mampu mendengar jam tangan berdetak, akan tetapi terdapat variasi besar mengenai jauhnya jarak jam tangan yang dipegang dari telinga, hal ini tergantung pada derajat keparahan presbikusis.

2.5 Penyuluhan Klien
·      Instruksikan klien tentang cara yang benar dalam membersihkan telinga luar dengan selembar lap lembut dan untuk menghindari penggunaan pembersih berujung kapas dan objek tajam seperti ujung rambut.
·      Katakan pada klien untuk menghindari pemasukkan benda berujung runcing  ke dalam liang telinga.
·      Anak-anak sebaiknya menjalani pemeriksaan telinga rutin. Klien berusia di atas 65 tahun harus memeriksakan telinganya secara teratur. Jelaskan bahwa penurunan pendengaran adalah bagian normal dari proses penuaan.
·      Instruksikan anggota keluarga klien yang mengalami kehilangan pendengaran untuk berbicara dalam nada rendah normal dantidak berteriak.
·      Instruksikan klien untuk mengambil tindakan pengamanan seperti alarm pembangun tidur dan alarm pencuri, bel pintu, pendeteksi asap, atau telepon yang dihubungkan dengan lampu kilat.
·      Bahaslah penggunaan alat bantu dengar dengan klien.