Selasa, 27 November 2012

Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Impaksi


BAB I
PENDAHULUAN

1.1       LATAR BELAKANG
            Impaksi adalah kumpulan feses yang mengeras, mengendap di dalam rektum  yang merupakan akibat konstipasi yang tidak teratur, sehingga tumpukan feses yang keras di rektum tidak bisa dikeluarkan. Impaksi  berat, tumpukan feses sampai pada kolon sigmoid. Semua orang dapat mengalami impaksi, terlebih pada lanjut usia (lansia) akibat gerakan peristaltik (gerakan semacam memompa pada usus, red) lebih lambat dan kemungkinan sebab lain. Kebanyakan terjadi jika makan kurang berserat, kurang minum, dan kurang olahraga.
            Mencegah impaksi secara umum ternyata tidaklah sulit. Lagi-lagi, kuncinya adalah mengonsumsi serat yang cukup. Serat yang paling mudah diperoleh adalah pada buah dan sayur. Jika penderita impaksi ini mengalami kesulitan mengunyah, misalnya karena ompong, haluskan sayur atau buah tersebut dengan blender.

1.2       TUJUAN
a.       Tujuan Umum :
Mengetahui dan memahami konsep teori impaksi dan asuhan keperawatan dalam menangani kasus impaksi.
b.      Tujuan Khusus :
1.    Memahami definisi Impaksi
2.    Memahami etiologi Impaksi
3.    Memahami patofisiologis Impaksi
4.    Memahami manifestasi klinis Impaksi
6.    Memahami penatalaksanaan Impaksi
7.    Memahami asuhan keperawatan pada Impaksi



BAB II
PEMBAHASAN

2.1       DEFINISI
            Impaksi adalah kumpulan fekal yang mengeras, mengendap dalam rectum yang tidak dapat dikeluarkan. Impaksi feses dapat didefenisikan sebagai suatu massa atau kumpulan yang mengeras, feses seperti dempul pada lipatan rektum. Pada impaksi yang gawat feses terkumpul dan ada di dalam colon sigmoid. Impaksi terjadi pada retensi yang lama dan akumulasi dari bahan-bahan feses. Klien yang lemah, tidak sadar akan lebih cenderung mengalami impaksi karena mereka terlalu lemah untuk memenuhi kebutuhan defekasinya. Tanda impaksi ialah ketidakmampuan mengeluarkan fekal selama beberapa hari, walaupun terdapat keinginan melakukan defekasi. Kehilangan nafsu makan, distensi, dan kram abdomen, serta nyeri rektum dapat menyertai keadaan ini.
Klien sering mengeluh konstipasi, nyeri pada dubur. Banyak terjadi pada klien dengan gangguan neurologis atau psikosis. Untuk mengatasi komplikasi lebih lanjut, feces perlu dikeluarkan secara manual.
Impaksi feses ditandai dengan adanya diare dan kotoran yang tidak normal. Cairan merembes keluar feses sekeliling dari massa yang tertahan. Impaksi dapat juga  dinilai dengan pemeriksaan digital pada rektum, selama impaksi massa yang mengeras sering juga dapat dipalpasi.  Diare yang bersama dengan  konstipasi, termasuk gejala yang sering tetapi tidak ada keinginan untuk defekasi dan nyeri pada rektum. Hadirnya tanda-tanda umum dari terjadinya penyakit ; klien menjadi anoreksia, abdomen menjadi regang dan bisa juga terjadi muntah.

2.2       ETIOLOGI
            Penyebab dari impaksi feses biasanya kebiasaan buang air besar yang jarang dan konstipasi. Obat-obat tertentu juga  berperan serta pada impaksi. Barium digunakan pada pemeriksaan radiologi pada saluran gastrointestinal bagian atas dan bawah dapat menjadi faktor penyebab, sehingga setelah pemeriksaan ini hasil pengukuran diperoleh untuk memastikan pergerakan barium. Pada orang yang lebih tua faktor-faktor yang beragam dapat menyebabkan impaksi ; asupan cairan yang kurang, diet yang kurang serat, rendahnya aktivitas, melemahnya tonus otot.



2.3       TANDA DAN GEJALA
            Gejala dan tanda akan berbeda antara seseorang dengan seseorang yang lain, karena pola makan, hormon, gaya hidup dan bentuk usus besar setiap orang berbeda-beda, tetapi biasanya gejala dan tanda yang umum ditemukan pada sebagian besar atau kadang-kadang beberapa penderitanya adalah sebagai berikut:
·         Perut terasa begah, penuh, dan bahkan terasa kaku karena tumpukan tinja (jika tinja sudah tertumpuk sekitar 10 hari atau lebih, perut penderita dapat terlihat seperti sedang hamil).
·         Tinja menjadi lebih keras, panas, dan berwarna lebih gelap daripada biasanya, dan jumlahnya lebih sedikit daripada biasanya (bahkan dapat berbentuk bulat-bulat kecil bila sudah parah atau tidak keluar sama sekali).
·         Pada saat buang air besar tinja sulit dikeluarkan atau dibuang, kadang-kadang harus mengejan ataupun menekan-nekan perut terlebih dahulu supaya dapat mengeluarkan tinja (bahkan sampai mengalami ambeien dan berkeringat dingin).
·         Terdengar bunyi-bunyian dalam perut.
·         Bagian anus terasa penuh, dan seperti terganjal sesuatu disertai sakit akibat bergesekan dengan tinja yang panas dan keras.
·         Frekuensi buang angin meningkat disertai bau yang lebih busuk daripada biasanya (bahkan terkadang penderita akan kesulitan atau sama sekali tidak bisa buang angin).
·         Menurunnya frekuensi buang air besar, dan meningkatnya waktu transit buang air besar (biasanya buang air besar menjadi 7 hari sekali atau lebih).
·         Terkadang mengalami mual bahkan muntah jika sudah parah.
·         Sakit punggung bila tinja yang tertumpuk cukup banyak.
·         Nafsu makan dapat menurun.
            Sedangkan untuk gejala psikologis yang dapat terjadi pada para penderita impaksi antara lain:
·         Kurang percaya diri
·         Lebih suka menyendiri atau menjauhkan diri.
·         Tetap merasa lapar tapi ketika makan akan lebih cepat kenyang (apalagi ketika hamil perut akan terasa mulas) karena ruang dalam perut berkurang.
·         Emosi meningkat dengan cepat.
·         Sering berdebar-debar sehingga cepat emosi yang mengakibatkan stres sehingga rentan sakit kepala atau bahkan demam.
·         Tubuh tidak fit, tidak nyaman, lesu, cepat lelah, dan terasa berat sehingga malas mengerjakan sesuatu bahkan kadang-kadang sering mengantuk.
·         Kurang bersemangat dalam menjalani aktivitas.
·         Aktivitas sehari-hari terganggu karena menjadi tubuh terasa terbebani yang mengakibatkan kualitas dan produktivitas kerja menurun.

2.4       PATOFISIOLOGI
Defekasi seperti juga pada berkemih adalah suatu proses fisiologis yang menyertakan kerja otot-otot polos dan serat lintang, persarafan sentral dan perifer, koordinasi dari sistem refleks, kesadaran yang baik dan kemampuan fisis untuk mencapai tempat BAB. Kesukaran diagnosis dan pengelolaan dari impaksi adalah karena banyaknya mekanisme yang terlibat pada proses BAB normal. Gangguan dari salah satu mekanisme ini dapat berakibat impaksi.
Defekasi dimulai dari gerakan peristaltik usus besar yang menghantakan feses ke rektum untuk dikeluarkan. Feses masuk dan meregangkan ampula dari rektum diikuti relaksasi dari sfingter anus interna. Untuk meghindarkan pengeluaran feses yang spontan, terjadi refleks kontraksi dari sfingter anus eksterna dan kontraksi otot dasar pelvis yang depersarafi oleh saraf pudendus. Otak menerima rangsang keinginan untuk BAB dan sfingter anus eksterna diperintahkan untuk relaksasi, sehingga rektum mengeluarkan isinya dengan bantuan kontraksi otot dinding perut. kontraksi ini akan menaikkan tekanan dalam perut, relaksasi sfingter dan otot elevator ani. Baik persarafan simpatis maupun parasimpatis terlibat dalam proses BAB.
Patogenesis dari impaksi bervariasi, penyebabnya multipel, mencakup beberapa faktor yang tumpang tindih. Walaupun impaksi merupakan keluhan yang banyak pada usia lanjut, motilitas kolon tidak terpengaruh oleh bertambahnya usia. Proses menua yang normal tidak mengakibatkan perlambatan dari perjalanan saluran cerna. Perubahan patofisiologi yang menyebabkan impaksi bukanlah karena bertambahnya usia tapi memang khusus terjadi pada mereka dengan impaksi.
Penelitian dengan petanda radioopak yang ditelan oleh orang usia lanjut yang sehat tidak mendapatkan adanya perubahan dari total waktu gerakan usus, termasuk aktivitas motorik dari kolon. Tentang waktu pergerakan usus dengan mengikuti petanda radioopak yang ditelan, normalnya kurang dari 3 hari sudah dikeluarkan. Sebaliknya, penelitian pada orang usia lanjut yang menderita impaksi menunjukkan perpanjangan waktu gerakan usus dari 10 hari. Pada mereka yang dirawat atau terbaring di tempat tidur, dapat lebih panjang lagi sampai 14 hari bahkan lebih. Petanda radioaktif yang dipakai terutama lambat jalannya pada kolon sebelah kiri dan paling lambat saat pengeluaran dari kolon sigmoid.
Pemeriksaan elektrofisiologis untuk mengukur aktivitas motorik dari kolon pasien dengan impaksi menunjukkan berkurangnya respons motorik dari sigmoid akibat berkurangnya inervasi intrinsic karena degenerasi plexus mienterikus. Ditemukan juga berkurangnya rangsang saraf pada otot polos sirkuler yang dapat menyebabkan memanjangnya waktu gerakan usus.
Selain itu, terdapat kecenderungan menurunnya tonus sfingter dan kekuatan otot-otot polos berkaitan dengan usia, khususnya pada perempuan. Pasien dengan impaksi mempunyai kesulitan lebih besar untuk mengeluarkan feses yang mengendap dan keras sehingga upaya mengejan lebih keras dan lebih lama bahkan sampai tidak bisa keluar sama sekali. Hal ini dapat berakibat penekanan pada saraf pudendus sehingga menimbulkan kelemahan lebih lanjut.

Sensasi dan tonus dari rektum tidak banyak berubah pada usia lanjut. Sebaliknya, pada mereka yang mengalami impaksi dapat mengalami 3 perubahan patologis pada rektum :
1.      Diskesia Rektum
Ditandai dengan penurunan tonus rektum, dilatasi rektum, gangguan sensasi rektum, dan peningkatan ambang kapasitas. Dibutuhkan lebih besar regangan rektum untuk menginduksi refleks relaksasi dari sfingter eksterna dan interna. Pada colok dubur pasien dengan diskesia rektum sering didapatkan impaksi feses yang tidak disadari karena dorongan untuk BAB sering sudah tumpul. Diskesia rektum juga dapat diakibatkan karena tanggapnya atau penekanan pada dorongan untuk BAB seperti yang dijumpai pada penderita demensia, imobilitas, atau sakit daerah anus dan rektum
2.      Dis-sinergis Pelvis
Terdapatnya kegagalan untuk relaksasi otot pubo-rektalis dan sfingter anus eksterna saat BAB. Pemeriksaan secara manometrik menunjukkan peningkatan tekanan pada saluran anus saat mengejan.
3.      Peningkatan Tonus Rektum
Terjadi kesulitan mengeluarkan feses yang bentuknya kecil. Sering ditemukan pada kolon yang spastik seperti pada penyakit Irritable Bowel Syndrome, dimana konstipasi merupakan hal yang dominan.



2.5       PENATALAKSANAAN
1.      Pengobatan non-farmakologis
·         Latihan usus besar : melatih usus besar adalah suatu bentuk latihan perilaku yang disarankan pada penderita impaksi yang tidak jelas penyebabnya. Penderita dianjurkan mengadakan waktu secara teratur setiap hari untuk memanfaatkan gerakan usus besarnya. dianjurkan waktu ini adalah 5-10 menit setelah makan, sehingga dapat memanfaatkan reflex gastro-kolon untuk BAB. Diharapkan kebiasaan ini dapat menyebabkan penderita tanggap terhadap tanda-tanda dan rangsang untuk BAB, dan tidak menahan atau menunda dorongan untuk BAB ini.
·         Diet : peran diet penting untuk mengatasi impaksi terutama pada golongan usia lanjut. Data epidemiologis menunjukkan bahwa diet yang mengandung banyak serat mengurangi angka kejadian impaksi dan macam-macam penyakit gastrointestinal lainnya, misalnya divertikel dan kanker kolorektal. Serat meningkatkan massa dan berat feses serta mempersingkat waktu transit di usus. untuk mendukung manfaat serat ini, diharapkan cukup asupan cairan sekitar 6-8 gelas sehari, bila tidak ada kontraindikasi untuk asupan cairan.
·         Olahraga : cukup aktivitas atau mobilitas dan olahraga membantu mengatasi impaksi jalan kaki atau lari-lari kecil yang dilakukan sesuai dengan umur dan kemampuan pasien, akan menggiatkan sirkulasi dan perut untuk memeperkuat otot-otot dinding perut. 
2.      Pengobatan farmakologis
            Jika modifikasi perilaku ini kurang berhasil, ditambahkan terapi farmakologis, dan biasanya dipakai obat-obatan golongan pencahar. Ada 4 tipe golongan obat pencahar :
·         memperbesar dan melunakkan massa feses, antara lain : Cereal, Methyl selulose, Psilium.
·         melunakkan dan melicinkan feses, obat ini bekerja dengan menurunkan tegangan permukaan feses, sehingga mempermudah penyerapan air. Contohnya : minyak kastor, golongan dochusate.
·         golongan osmotik yang tidak diserap, sehingga cukup aman untuk digunakan, misalnya pada penderita gagal ginjal, antara lain : sorbitol, laktulose, gliserin
·         merangsang peristaltik, sehingga meningkatkan motilitas usus besar. Golongan ini yang banyak dipakai. Perlu diperhatikan bahwa pencahar golongan ini bisa dipakai untuk jangka panjang, dapat merusak pleksusmesenterikus dan berakibat dismotilitas kolon. Contohnya : Bisakodil, Fenolptalein.

2.6       ASUHAN KEPERAWATAN SECARA TEORI
Pengkajian
Pengkajian pasien dilakukan untuk mendapatkan data subjektif dan data objektif melalui interview dan pemeriksaan fisik terutama yang berkaitan dengan saluran cerna, pemeriksaan laboratorium dan radiology.

DATA SUBJEKTIF
Pengumpulan data berkaitan dengan riwayat eliminasi feses akan membantu perawat memastikan pola BAB pasien yang normal.

Sebagian besar pengkajian riwayat keperawatan terdiri dari :
1.      Pola defekasi
     Frekuensi dan waktu klien mengalami defekasi, apakah pola BABberubah baru-baru ini, apakah pola BAB pernah berubah. Jika iya, apakah klien mengetahui faktor-faktor penyebabnya.

2.      Pola tingkah laku
     Penggunaan laksatif, dan bahan-bahan yang sama yang mempertahankan pola BAB yang normal. Apa rutinitas yang dilakukan klien untuk mempertahankan pola defekasi yang biasa (contoh: segelas jus lemon panas ketika sarapan pagi atau jalan pagi sebelum sarapan).

3.      Deskripsi feses
     Bagaimana klien mendeskripsikan fesesnya, termasuk warna, tekstur (keras, lembut, berair), bentuk, bau.

4.      Diet
     Makanan apa yang dipercayai oleh klien yang dapat mempengaruhi proses defekasi, jenis makanan, porsi, makanan yang selalu dia dihindari, apakah makanan tersebut dimakan secara teratur.

5.      Cairan
     Berapa jumlah dan jenis asupan cairan setiap hari (contoh: 6 gelas air, 5 cangkir kopi).

6.      Latihan
     Pola latihan seperti apa yang dilakukan klien setiap hari, frekuensi dan lamanya.

7.      Obat-obatan
     Apakah klien mengkonsumsi obat-obatan yang dapat mempengaruhi saluran intestinal (contoh: zat besi, antibiotika, antidiare, analgesik, dan antasida)

8.      Stres
     Apakah klien mengalami stres dalam jangka waktu yang lama atau singkat. Tetapkan stres seperti apa yang dialami klien dan bagaimana dia menerimanya.

9.      Pembedahan
            Apakah klien mengalami pembedahan atau penyakit yang berpengaruh terhadap saluran cerna. Keberadaan ostomi harus diperhatikan.

DATA OBJEKTIF
Data objektif didapat melalui pemeriksaan fisik khususnya yang berkaitan dengan proses pembuangan yaitu intestin pada bagian perut hingga anus, pengkajian dilakukan dengan cara inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.

INTESTINAL
Pengkajian pada abdomen dengan rujukan khusus pada saluran intestinal; Klien dianjurkan dalam posisi supine dan diselimuti sehingga hanya bagian abdomen yang terlihat. Perawat harus mengidentifikasi batasan-batasan yang digunakan sebagai nilai-nilai rujukan untuk mendeskripsikan hasil yang dijumpai.
·         Inspeksi
Perawat mengobservasi bentuk dan kesimetrisan. Normalnya perut berbentuk datar/rata tanpa adanya tonjolan. Tonjolan seperti massa akan kelihatan suatu bengkak, mengobservasi dinding abdomen untuk gelombang yang dapat dilihat yang mengidentifikasikan kerja peristaltik usus. Kecuali pada orang-orang tertentu terkadang tidak dapat diobservasi secara normal. Peristaltik yang dapat diobservasi menunjukkan adanya suatu obstruksi intestinal.
·         Palpasi
Baik palpasi ringan atau dalam keduanya digunakan, biasanya untuk mendeteksi dan mengetahui adanya daerah lunak dan massa. Keempat kuadran pada abdomen dipalpasi mulai dari quadran kanan atas, kiri atas, kiri bawah, kanan bawah dan daerah umbilikal, otot-otot abdomen harus rileks untuk memperoleh hasil palpasi yang diharapkan. Perawat seharusnya melakukan palpasi ringan kemudian dalam. Daerah yang sensitif (daerah yang menjadi keluhan pasien) seharusnya dipalpasi terakhir karena kontraksi otot-otot (pelindung abdomen) yang sering terjadi ketika daerah yang nyeri tersentuh.
Suatu kelainan abdomen seharusnya dapat diukur pada daerah umbilikal dengan menempatkan suatu tip pengukur sekeliling tubuh. Pengukuran berulang akan menunjukkan apakah tekanan meningkat atau menurun. Secara normal perut akan terasa lembut, tidak ada nyeri pada palpasi ringan dan dalam, data tidak dijumpai adanya massa yang keras.
·         Perkusi
Daerah abdomen diketuk untuk mendeteksi cairan pada rongga abdomen, tekanan intestinal berhubungan dengan flatus dan pembentukan massa seperti pembesaran kantung empedu dan lever. Daerah seluruh abdomen diperkusi, dimulai pada daerah kuadran kanan atas menurut arah jarum jam. Flatus menghasilkan resonansi (tympani), sementara cairan dan massa menghasilkan bunyi ”dull” (tumpul). Ketika ada cairan di abdominal, ketukan menghasilkan suara tumpul diantara cairan. Ketika klien berada pada satu sisi, cairan ascites mengalir ke sisi tersebut. Ketukan memperlihatkan sebuah garis damartasi di antara dulnes dan tympani; garis ini menandai adanya tingkat cairan; sebuah garis ditarik di atas abdomen sehingga perawat dapat mengukur apakah jumlahnya meningkat atau menurum, ketika dilakukan ketukan selanjutnya.
·         Auskultasi
Suara usus dikaji dengan stetoskop. Suara usus mencerminkan peristaltik usus kecil, dideskripsikan menurut intensitas, keteraturan, dan frekuensi atau tingkat aktivitasnya. Intensitas menunjukkan kekuatan dari suara atau rata-rata dari peristaltik. Kuat lemahnya (dentum) dari dinding intestinal sebagai hasil dari gelombang peristaltik, pada peningkatan tekanan intestinal akan ada kemungkinan peningkatan dentuman. Tingkat aktivitas atau frekuensi dari suara usus juga dikaji. Peningkatan atau penurunan peristaltik dapat terjadi karena beberapa alasan: proses pembedahan; ketidakseimbangan elektrolit, seperti ketidaknormalan dari rendahnya tingkat potasium serum dan peritonitis. Intensitas dan frekuensi yang abnormal pada suara usus (borborygmi) terjadi pada enteritis dan pada obstruksi usus kecil. Pada pemeriksaan anorektal klien biasanya dianjurkan dalam posisi sims/miring ke kiri atau genupectoral. Klien wanita juga disarankan dalam posisi litotomi.

REKTUM DAN ANUS
·         Inspeksi
Daerah perianal dikaji warnanya, tanda-tanda peradangan, scar, lesi, fisura, fistula atau hemorhoid. Juga ukuran, lokasi dan kepadatan dari lesi dicatat. Secara normal tidak ditemukan adanya peradangan ataupun fistula.
·         Palpasi
Selama pemeriksaan rektal sangat penting bahwa palpasi harus lembut sehingga tidak merangsang refleks dari nervus vagus, yang dapat menekan denyut jantung.
·         Feses
Wadah khusus harus disediakan untuk sampel feses. Sangat penting bagi perawat mengetahui mengapa spesimen diambil dan wadah yang digunakan tepat. Kadang-kadang wadah memakai zat pengawet khusus untuk menunjukkan hasil tes. Petunjuk khusus harus ditulis dan dilampirkan ketika penyediaan spesimen. Klien dapat menyediakan spesimennya setelah diberi informasi yang adekuat. Feses tidak boleh bercampur dengan urin atau air, karenanya klien diminta BAB di bedpan. Sebuah tongue spatel kayu atau plastik digunakan untuk memindahkan spesimen, dan sekitar 2,5cm ditempatkan di dalam wadah. Jika kotoran berbentuk cair, dikumpulkan 15-30ml. Wadah kemudian ditutup dengan aman dan tepat, dilengkapi label. Pada kenyataannya bahwa spesimen yang telah diperoleh harus dimasukkan sebagai rahasia klien. Untuk tes tertentu diperlukan feses segar. Jika harus seperti itu spesimen dibawa segera ke lab. Spesimen kotoran jangan ditinggalkan pada suhu ruangan dalam waktu yang lama karena bakteri dapat mengubahnya. Wadah spesimen biasanya memiliki petunjuk penyimpanan, hal ini harus diikuti jika spesimen tidak dapat dikirim segera ke lab. Pada beberapa instansi digunakan pendingin. Untuk mengamankan spesimen dari bayi atau anak-anak yang tidak terlatih di toilet, spesimen diambil dari feses yang baru. Ketika feses dikultur untuk memperoleh mikroorganisme, feses dipindahkan ke wadah dengan aplikator steril.
Feses normal berwarna coklat, hal ini berhubungan dengan adanya bilirubin dan turunannya yaitu stercobilin dan urotilin; kegiatan dari bakteri normal yang terdapat pada intestinal. Bilirubin merupakan pigmen berwarna kuning pada empedu. Feses dapat berwarna lain, khususnya ketika ada hal-hal yang abnormal. Misalnya; feses hitam seperti tir, ini menunjukkan adanya perdarahan dari lambung atau usus halus; warna tanah liat (acholic) menunjukkan adanya penurunan fungsi empedu; hijau atau orange menunjukkan adanya infeksi pada intestinal. Makanan juga dapat mempengaruhi warna feses, misalnya: gula bit merubah feses menjadi warna merah, kadang-kadang hijau. Obat-obatan juga dapat merubah warna feses, misalnya zat besi, dapat membuat feses berwarna hitam.
Konsistensi : Secara normal feses berbentuk tetapi lembut dan mengandung air sebanyak 75% jika seseorang mendapat intake cairan yang cukup, sedangkan 25% lagi adalah bagian padat.
Feses normal bergerak lebih cepat dari normal melalui intestinal, sehingga hanya sedikit air dan ion yang direabsorpsi ke dalam tubuh. Feses yang keras mengandung lebih sedikit air daripada normal dan pada beberapa kasus mungkin sulit atau nyeri sekali saat dikeluarkan. Beberapa orang, bayi dan anak-anak khususnya mungkin mengeluarkan feses yang berisi makanan yang tidak dicerna.
Bentuk : Feses normal berbentuk rektum.
Bau: Bau feses merupakan hasil kerja bakteri pada intestinal dan bervariasi pada setiap orang. Bau feses yang sangat menyengat (tajam) dapat menunjukkan adanya gangguan saluran cerna.
·         Darah
Darah yang terdapat pada feses adalah abnormal. Darah dapat berwarna terang atau merah terang, hal ini berarti darah mewarnai feses pada proses eliminasi akhir. Feses berwarna hitam dan tir berarti darah memasuki chyme pada lambung atau usus halus. Beberapa obat-obatan dan makanan juga dapat membuat feses berwarna merah atau hitam. Oleh karena itu adanya darah harus dikonfirmasi melalui sebuah test. Perdarahan pada feses kadang tidak terlihat, ini dikenal occult bleeding(perdarahan tersembunyi).
Test untuk mengetahui adanya darah pada feses secara rutin dilakukan di klinik. Hemotest menggunakan tablet sebagai reagen; sementara guaiac dan hemoccult test menggunakan reagen berbentuk solusion (larutan), setiap test memerlukan spesimen feses. Guaiac test secara umum lebih sering digunakan. Feses yang sedikit diletakkan pada kertas saring atau kertas usap. Reagen selanjutnya diletakkan dan warna dicatat; warna biru menunjukkan adanya darah.
·         Bahan-bahan abnormal
     Kadang-kadang feses mengandung bahan-bahan asing yang dicerna secara kebetulan, pencernaan benda-benda asing secara kebetulan banyak ditemukan pada anak-anak. Bahan-bahan abnormal lain termasuk pus, mukus, parasit, lemak dalam jumlah banyak dan bakteri patogen. Test untuk mengetahui keberadaan bahan-bahan asing biasanya ditunjukkan di lab.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
·         Test laboratorium
Feces ditampung dalam kontainer untuk diperiksa di laboratorium untuk mengetahui adanya atau tidaknya kelainan dalam feses berupa kadar darah, bakteri dll.
·         Pandangan langsung
Yaitu tehnik pandangan secara langsung ; anoscopy, pandangan dari saluran anus; proctoscopy, pandangan pada rektum; proctosigmoidoscopy, pandangan pada rektum dan kolon sigmoid; umumnya saat ini dilakukan tindakan colonoscopy.
·         Roentgenography
Roentgenoraphy dilakukan untuk mengetahui kondisi saluran cerna dari sumbatan ataupun deformitas dengan memasukkan zat kontras seperti bubur barium dilarutkan dalam 1 liter air untuk diminum, atau dengan memasukkan larutan omnipaque kedalam kolon menggunakan rektal tube melalui anus.

Diagnosa Keperawatan
1.      Impaksi berhubungan dengan pola defekasi tidak teratur
2.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan hilangnya nafsu makan
3.      Nyeri akut berhubungan dengan akumulasi feses keras pada abdomen

Intervensi Keperawatan
1.    Impaksi berhubungan dengan pola defekasi tidak teratur
Tujuan : pasien dapat defekasi dengan teratur (setiap hari)
Kriteria hasil :
·         Defekasi dapat dilakukan satu kali sehari
·         Konsistensi feses lembut
·         Eliminasi feses tanpa perlu mengejan berlebihan
Intervensi
Mandiri
·         Tentukan pola defekasi bagi klien dan latih klien untuk menjalankannya
·         Atur waktu yang tepat untuk defekasi klien seperti sesudah makan
·         Berikan cakupan nutrisi berserat sesuai dengan indikasi
·         Berikan cairan jika tidak kontraindikasi 2-3 liter per hari
Kolaborasi
·         Pemberian laksatif atau enema sesuai indikasi   



2.    Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan hilangnya nafsu makan
Tujuan : menunjukkan status gizi baik
Kriteria Hasil :
·         Toleransi terhadap diet yang dibutuhkan
·         Mempertahankan massa tubuh dan berat badan dalam batas normal
·         Nilai laboratorium dalam batas normal
·         Melaporkan keadekuatan tingkat energy
Intervensi
Mandiri
·         Buat perencanaan makan dengan pasien untuk dimasukkan ke dalam jadwal makan.
·         Dukung anggota keluarga untuk membawa makanan kesukaan pasien dari rumah.
·         Tawarkan makanan porsi besar disiang hari ketika nafsu makan tinggi
·         Pastikan diet memenuhi kebutuhan tubuh sesuai indikasi.
·         Pastikan pola diet yang pasien yang disukai atau tidak disukai.
·         Pantau masukan dan pengeluaran dan berat badan secara periodik.
·         Kaji turgor kulit pasien
Kolaborasi
·         Pantau nilai laboratorium, seperti Hb, albumin, dan kadar glukosa darah
·         Ajarkan metode untuk perencanaan makan   

3.    Nyeri akut berhubungan dengan akumulasi feses keras pada abdomen
Tujuan : menunjukkan nyeri telah berkurang
Kriteria Hasil :
·         Menunjukkan teknik relaksasi secara individual yang efektif untuk mencapai kenyamanan
·         Mempertahankan tingkat nyeri pada skala kecil
·         Melaporkan kesehatan fisik dan psikologisi
·         Mengenali faktor penyebab dan menggunakan tindakan untuk mencegah nyeri
·         Menggunakan tindakan mengurangi nyeri dengan analgesik dan non-analgesik secara tepat.
Intervensi
Mandiri
·         Bantu pasien untuk lebih berfokus pada aktivitas dari nyeri dengan melakukan penggalihan melalui televisi atau  radio
·         Perhatikan bahwa lansia mengalami peningkatan sensitifitas terhadap efek analgesik opiate
·         Perhatikan kemungkinan interaksi obat – obat dan obat penyakit pada lansia   



BAB III
PENUTUP

3.1       KESIMPULAN
            Impaksi sering diartikan sebagai sangat kurangnya frekuensi buang air besar atau bahkan tidak BAB sama sekali, dengan feses yang kecil-kecil dan keras dan kadang-kadang disertai kesulitan sampai rasa sakit saat buang air besar. Impaksi merupakan masalah umum yang disebabkan oleh penurunan motilitas, kurang aktivitas, penurunan kekuatan dan tonus otot.
            Manifestasi klinis yang sering muncul adalah rasa nyeri dan tekanan, penurunan nafsu makan, sakit kepala, kelelahan, tidak dapat makan, sensasi pengosongan tidak lengkap, mengejan saat defekasi, eliminasi volume feses sedikit, keras, dan kering bahkan tidak keluar sama sekali.
            Penatalaksanaan impaksi pada lansia dengan tatalaksana non farmakologik : cairan, serat, bowel training, latihan jasmani, evaluasi panggunaan obat. Tatalaksana farmakologik : pencahar pembentuk tinja, pelembut tinja, pencahar stimulant, pencahar hiperosmolar dan enema.



DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.
Carpenito, Juall Lynda. 2006. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 10. Jakarta: EGC
Doenges, E. Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar