BAB
I
Pengertian Perilaku
Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktifitas organisme (makhluk hidup)
yang bersangkutan. Jadi yang dimaksud perilaku manusia pada hakikatnya adalah
tindakan atau aktifitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan
sangat luas anatara lain, berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja,
kuliah, menulis, membaca dan sebagainya (Notoatmodjo, 2007).
Berdasarkan Ensiklopedi Amerika, perilaku diartikan sebagai suatu aksi dan
reaksi organisme terhadap lingkungannya. Hal ini berarti bahwa perilaku baru
terjadi apabila ada sesuatu yang diperlukan untuk menimbulkan reaksi, yakni
yang disebut rangsangan. Dengan demikian, maka suatu rangsangan tertentu akan
menghasilkan reaksi atau perilaku tertentu. Sedangkan menurut Sunaryo (2006),
perilaku adalah aktivitas yang timbul karena adanya stimulus dan respon serta
dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung.
Semua kegiatan atau aktifitas manusia, baik dapat diamati langsung maupun
tidak langsung yang diamati oleh pihak luar. (Notoatmodjo, 2007) perilaku
adalah keyakinan mengenai tersedianya atau tidaknya kesempatan dan sumber yang
diperlukan.
Menurut ensiklopedia Amerika perilaku diartikan sebagai suatu aksi dan
reaksi Organisasi yang bersangkutan.
Menurut Benjamin Bloom perilaku ada 3 domain : perilaku, sikap dan
tindakan.
Perilaku manusia tidak timbul dengan sendirinya, tetapi akibat adanya
rangsangan (stimulus), baik dalam dirinya (internal) maupun dari luar individu
(eksternal) (Sunaryo, 2006). Sedangkan menurut Skinner (dikutip Notoatmodjo,
2007) menyatakan bahwa perilaku merupakan hasil hubungan antara perangsang
(stimulus dan tangapan atau respon). Ia membedakan ada dua respon, yaitu:
- Respondent Respons atau
Reflexive Respons, merupakan respon yang ditimbulkan oleh rangsangan
tertentu. Respon ini sangat terbatas keberadaannya pada manusia karena
hubungan yang pasti antara stimulus dan respon kemungkinan untuk
memodifikasinya sangat kecil.
- Operant Respons atau Instrumen
Respons, merupakan respon yang timbul dan berkembangnya diikuti oleh
perangsang tertentu. Respon ini merupakan bagian terbesar dari perilaku
manusia dan kemungkinan untuk memodifikasinya sangat besar bahkan tak
terbatas.
Menurut Sunaryo (2006), bentuk perilaku ada dua macam, yaitu:
1.Perilaku pasif (respons internal)
Perilaku yang
sifatnya masih tertutup, terjadi dalam diri individu dan tidak dapat diamati
secara langsung. Perilaku ini sebatas sikap, belum ada tindakan yang nyata.
Contoh:
Ø Berpikir
Ø Berfantasi
Ø Berangan-angan
Ø Mengetahui manfaat
tentang SADARI
Ø Memotivasi remaja
agar mau melaksanakan SADARI secara teratur sistematik untuk mencegah kanker
payudara .
2. Perilaku Aktif (respons eksternal)
Perilaku yang
sifatnya terbuka. Perilaku aktif adalah perilaku yang dapat diamati langsung
dan berupa tindakan yang nyata, contohnya:
Melakukan
penyuluhan tentang SADARI agar remaja bisa melakukan SADARI dengan benar dan
teratur .
Ø Penerapan
pelaksanaan SADARI sesuai jadwal dengan baik dan benar.
Ø Mengerjakan soal
ulangan.
Ø Membaca buku
tentang pelaksanaan SADARI
BAB II
Prosedur Pembentukan Perilaku
Menurut Skinner (dikutip Notoatmodjo,
2007) prosedur pembentukan perilaku terjadi dalam tingkatan tahapan, yaitu:
1) Melakukan
identifikasi tentang hal-hal yang merupakan penguat yang akan dibentuk.
2) Melakukan analisis
untuk mengidentifikasi komponen-komponen kecil yang membentuk perilaku yang
dikehendaki.
3) Menggunakan secara
urut komponen-komponen itu sebagai tujuan sementara, mengidentifikasi
Reinforcer atau hadiah–hadiah untuk masing-masing komponen tersebut.
4) Melakukan
pembentukan perilaku dengan menggunakan urutan komponen yang telah tersusun.
Tim
ahli WHO (1984), menganalisis bahwa yang menyebabkan seseorang itu berperilaku
ada empat alasan pokok, yaitu :
1. Pemikiran dan perasaan
Bentuk
pemikiran dan perasaan ini adalah pengetahuan, kepercayaan, sikap dan
lain-lain.
2. Orang penting sebagai referensi
Apabila
seseorang itu penting bagi kita, maka apapun yang ia katakan dan lakukan
cendrung untuk kita contoh. Orang inilah yang dianggap kelompok referensi
seperti : guru, kepala suku dan lain-lain.
3. Sumber-sumber daya
Yang
termasuk adalah fasilitas-fasilitas misalnya : waktu, uang, tenaga kerja,
ketrampilan dan pelayanan. Pengaruh sumber daya terhadap perilaku dapat
bersifat positif maupun negatif.
4. Kebudayaan
Perilaku
normal, kebiasaan, nilai-nilai dan pengadaan sumber daya di dalam suatu
masyarakat akan menghasilkan suatu pola hidup yang disebut kebudayaan. Perilaku
yang normal adalah salah satu aspek dari kebudayaan dan selanjutnya kebudayaan
mempunyai pengaruh yang dalam terhadap perilaku.
Dari
uraian tersebut diatas dapat dilihat bahwa, alasan seseorang berperilaku.
Oleh sebab itu, perilaku yang sama
diantara beberapa orang dapat berbeda-beda penyebab atau latar belakangnya.
Perilaku
yang optimal akan memberi dampak pada status kesehatan yang optimal juga.
Perilaku yang optimal adalah seluruh pola kekuatan, kebiasaan pribadi atau
masyarakat, baik secara sadar ataupun tidak yang mengarah kepada upaya pribadi
atau masyarakat untuk menolong dirinya sendiri dari masalah kesehatan. Pola
kelakuan/kebiasaan yang berhubungan dengan tindakan promotif, preventif harus
ada pada setiap pribadi atau masyarakat.
Menurut Sunaryo (2006), perilaku manusia terbentuk karena adanya kebutuhan.
Lebih lanjut dijelaskan berdasarkan pendapat Maslow, bahwa manusia memiliki
lima kebutuhan dasar, yaitu:
1.Kebutuhan fisiologis/biologis, yang merupakan kebutuhan pokok utama.
Yaitu oksigen,
karbondioksida, cairan elektrolit, makanan, dan seks.
2.Kebutuhan rasa aman, misalnya:
Ø Rasa aman terhindar
dari pencurian, penodongan, perampokan, dan kejahatan lain.
Ø Rasa aman terhindar
dari konflik, tawuran, kerusuhan, peperangan, dan lain-lain.
Ø Rasa aman terhindar
dari sakit dan penyakit.
Ø Rasa aman
memperoleh perlindungan hukum.
Ø Kebutuhan mencintai
dan dicintai, misalnya:
1) Mendambakan kasih
sayang/cinta kasih orang lain baik dari orang tua, saudara, teman, kekasih, dan
lain-lain.
2) Ingin
dicintai/mencintai orang lain.
3) Ingin diterima oleh
kelompok tempat ia berada.
Ø Kebutuhan harga
diri, misalnya:
1) Ingin dihargai dan
menghargai orang lain.
2) Adanya respek atau
perhatian dari orang lain.
3) Toleransi atau
saling menghargai dalam hidup berdampingan.
3.Kebutuhan aktualisasi diri, misalnya:
Ø Ingin dipuja atau
disanjung oleh orang lain.
Ø Ingin sukses atau
berhasil dalam mencapai cita-cita.
Ø Ingin menonjol dan
lebih dari orang lain, baik dalam karier, usaha, kekayaan, dan lain-lain
(Sunaryo, 2006).
BAB III
Cara Pembentukan Perilaku
Bentuk perubahan perilaku menurut WHO yang disadur oleh Notoatmodjo (2007)
meliputi :
1.Perubahan Alamiah (Natural Change )
Bentuk perubahan
perilaku yang terjadi karena perubahan alamiah tanpa pengaruh faktor- faktor
lain. Apabila dalam masyarakat sekitar terjadi suatu perubahan lingkungan fisik
atau sosial, budaya dan ekonomi, maka anggota-anggota masyarakat didalamnya
yang akan mengalami perubahan.
2.Perubahan Rencana (Planned Change)
Bentuk perubahan
perilaku yang terjadi karena memang direncanakan sendiri oleh subyek.
3.Kesediaan Untuk Berubah ( Readiness to Change )
Setiap orang di dalam masyarakat mempunyai kesediaan untuk berubah yang
berbeda-beda meskipun kondisinya sama. Apabila terjadi suatu inovasi atau
program-program pembangunan di dalam masyarakat, maka yang sering terjadi
adalah sebagian orang sangat cepat untuk menerima inovasi atau perubahan
tersebut, namun sebagian lagi sangat lamban.
BAB IV
Komponen Perilaku
a.Komponen Kognitif
Merupakan
representasi apa yang dipercaya oleh individu pemilik sikap, komponen kognitif
berisi kepercayaan stereotipe yang dimiliki individu menegnai sesuatu dapat
disamakan penanganan (opini) terutama apabila, menyangkut masalah suatu problem
yang kontroversial.
b.Kompenen Afektif
Merupakan perasaan
yang menyangkut aspek emosional. Aspek emosional ini yang biasanya berakar
paling dalan sebagai komponen sikap dan merupakan aspek yang paling bertahan
terhadap pengaruh-pengaruh yang mungkin adalah mengubah sikap seseorang
komponen afektif disamakan dengan perasaan yang dimiliki seseorang terhadap
sesuatu
c.Komponen Konatif
Merupakan aspek
kecenderungan berperilaku tertentu sesuai dengan sikap yang dimiliki oleh
seseorang. Dan berisi tendensi atau kecenderungan untuk bertindak atau bereaksi
terhadap sesuatu dengan cara-cara tertentu. Dan berkaitan dengan obyek yang
dihadapinya adalah logis untuk mengharapkan bahwa sikap seseorang adalah
dicerminkan dalam bentuk tendensi perilaku.
Sunaryo (2006), membagi perilaku ke dalam 3 domain (kewarasan) yaitu :
1. Pengetahuan (Knowledge)
Pengetahuan
adalah merupakan hasil tahu dan ini
terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.
Pengetahuan umumnya datang dari pengalaman,
juga dapat diperoleh dari informasi yang disampaikan orang lain, didapat
dari buku, atau media massa dan elektronik. Penginderaan terjadi melalui panca
indera manusia, yaitu indera penglihatan, penciuman, rasa dan raba. Sebagian
besar pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya
tindakan seseorang (Over Behavior).
1.1. Perilaku dalam Bentuk Pengetahuan
Pada
dasarnya pengetahuan terdiri dari
sejumlah fakta dan teori yang memungkinkan seseorang dapat memahami
sesuatu gejala dan memecahkan masalah yang dihadapi. Pengetahuan dapat
diperoleh dari pengalaman langsung ataupun melalui pengalaman orang lain.
Pengetahaun dapat ditingkatkan melalui penyuluhan, baik secara individu maupun
kelompok, untuk meningkatkan pengetahuan kesehatan yang bertujuan untuk
tercapainya perubahan perilaku individu, keluarga dan masyarakat dalam upaya
mewujudkan derajat kesehatan optimal.
Menurut
Notoatmodjo (1993), pengetahuan
mempunyai 6 (enam) tingkatan, yaitu :
a. Tahu (Know)
Diartikan
sebagai pengingat sesuatu materi yang telah dipelajari sebelumnya, termasuk
kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali terhadap sesuatu yang
spesifik dari seluruh bagian yang dipelajari atau rangsangan yang telah
diterima. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tabu tentang apa yang
dipelajari antara lain : menyebutkan, mendefinisikan dan mengatakan.
b. Pemahaman (Comprehension)
Diartikan
sebagai kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui
dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang telah
memahami terhadap objek atau materi atau harus dapat menjelaskan, menyebutkan
cotoh, menyampaikan, meramalkan terhadap objek yang dipelajari.
c. Aplikasi (Aplication)
Aplikasi
diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada
situasi dan kondisi yang sebenarnya. Aplikasi disini dapat diartikan sebagai
aplikasi atau penggunaan buku, rumus, metode, prinsip dalam konteks atau
situasi lain. Misalnya adalah dapat menggunakan rumus statistik dalam
perhitungan-perhitungan hasil penelitian dan dapat menggunakan prinsip-prinsip
siklus pemecahan masalah kesehatan dari kasus-kasus yang diberikan.
d. Analisis (Analysis)
Analisis
adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan
materi atau suatu objek dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam struktur
organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini
dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti : dapat menggambarkan,
membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya.
e. Sintesis (Synthesis)
Sintesis
merujuk kepada suatu kemampuan untuk menghubungkan bagian-bagian kedalam suatu
bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain, sintesis adalah suatu kemampuan
untuk menyusun formulasi baru dan formulasi-formulasi yang ada. Misalnya :
dapat menyususun, merencanakan, meringkaskan, menyesuaikan dan sebagainya
terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.
f. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi
ini berkaitan dengan kemampuan-kemampuan untuk melakukan Justifikasi atau
penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian ini berdasarkan
kriteria yang telah ditentkan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang
ada.
2. Sikap (Attitude)
Sikap merupakan
reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus
atau objek. Sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan
merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan akan
tetapi merupakan predisposisi tindakan sikap perilaku.
2.1. Perilaku dalam Bentuk Sikap
Sikap
tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu
dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya
kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari
adalah merupakan reaksi yag bersifat emosional terhadap stimulus sosial
(Notoatmodjo, 1993).
Secara
umum sikap dapat dirumuskan sebagai kecendrungan untuk merespon (secara positif atau negatif) terhadap orang, objek
atau situasi tertentu. Sikap mengandung suatu penelitian emosional/afektif
(senang, benci, sedih dan sebagainya). Selain bersifat positif atau negatif,
sikap memiliki tingkat kedalaman yang berbeda-beda (sangat benci, agak benci,
dan sebaginya). Sikap ini tidaklah sama dengan perilaku, dan perilaku tidaklah
selalu mencermikan sikap seseorang, sebab seringkali terjadi bahwa seseorang
dapat berubah dengan memperlihatkan tindakan yang bertentangan dengan sikapnya.
Sikap seseorang dapat berubah dengan diperolehnya tembahan informasi tentang
objek tersebut melalui persuasi serta tekanan dari kelompok sosialnya.
Sikap
merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap
stimulas atau objek. Manifestasi sikap itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi
dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup.
Allport
(1954) dalam Soekidjo (1993), menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai 3 (tiga)
komponen pokok, yaitu :
a. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep
terhadap suatu objek.
b. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap
suatu objek.
c. Kecendrungan untuk bertindak (tend to
behave).
Sikap ini
terdiri dari 4(empat) tingkatan yaitu :
1. Menerima (Receiving)
Menerima
diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan
(objek). Misalnya : sikap orang terhadap lingkungandapat dilihat dari kesediaan
dan perhatian orang itu terhadap ceramah-ceramah tentang lingkungan.
2. Merespon (Responding)
Memberikan
jawaban, apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan
adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha untuk menjawab
pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas dari pekerjaan itu
benar atau salah adalah berarti bahwa orang menerima ide tersebut.
3. Menghargai (Valuing)
Mengajak
orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu
indikasi sikap tingkat tiga. Misalnya : seorang ibu yang mengajak ibu yang lain
untuk pergi menimbangkan anaknya ke posyandu atau mendiskusikan tentang gizi
adalah suatu bukti bahwa si ibu tersebut telah mempunyai sikap positif terhadap
gizi anak.
4. Bertanggung jawab (Responsible)
Bertanggung
jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan
sikap yang paling tinggi.
Ciri-ciri sikap
adalah :
Ø Sikap bukan
dibawa sejak lahir, melainkan dibentuk atau dipelajari sepanjang perkembangan
orang itu dalam hubungan dengan objeknya. Sifat ini membedakannya dengan sifat
motif-motif biogenetis, seperti : lapar, haus atau kebutuhan akan istirahat.
Ø Sikap dapat
berubah-ubah, karena itu sikap dapat dipelajari dan karena itu pula sikap dapat
berubah-ubah pada orang, bila terdapat keadaan-keadaan dari syarat-syarat
tertentu yang mempermudah sikap pada orang itu.
Ø Sikap tidak
berdiri sendiri, tetapi senantiasa mempunyai hubungan tertentu terhadap suatu
objek, dengan kata lain sikap itu terbentuk, dipelajari atau berubah
senantiasa.
Ø Objek sikap itu
dapat merupakan satu hal tertentu tetapi dapat juga merupakan kumpulan dari
hal-hal tersebut.
Ø Sikap mempunyai
segi motivasi dan segi-segi perasaan. Sifat inilah yang membedakan sikap dari
kecakapan-kecakapan atau pengetahuan- pengetahuan yang dimiliki orang
(Purwanto, 1990).
Fungsi sikap
dibagi menjadi 4 (empat) golongan, yakni :
- Sebagai
alat untuk menyesuaikan diri. Sikap adalah sesuatu yang bersifat
communicable artinya sesuatu yang
mudah menjalar, sehingga mudah pula menjadi milik bersama.
- Sebagai
alat pengukur tingkah laku. Kita tahu bahwa tingkah laku anak kecil atau
binatang pada umumnya merupakan
aksi-aksi yang spontan terhadap sekitarnya. Antara perangsang dan reaksi
tidak ada pertimbangan, tetapi pada orang dewasa dan yang sudah lanjut
usianya, perangsang itu pada umumnya tidak diberi reaksi secara spontan
akan tetapi terdapat adanya proses secara sadar untuk menilai
perangsang-perangsang itu. Jadi, antara perangsang dan reaksi terhadap
sesuatu yang disisipkannya yaitu sesuatu yang berwujud
pertimbangan-pertimbangan atau penilaian-penilaian terhadap perangsang itu
sebenarnya bukan hal yang berdiri sendiri tetapi merupakan sesuatu yang
erat hubungannya dengan cita-cita orang, tujuan hidup orang,
peraturan-peraturan kesusilaan yang ada dalam bendera, keinginan- keinginan
pada orang itu dan sebagainya.
- Sebagai
alat pengatur pengalaman-pengalaman. Dalam hal ini perlu dikemukakan bahwa
manusia di dalam menerima pengalaman-pengalaman dari dunia luar sikapnya
tidak pasif, tetapi diterima secara aktif artinya semua pengalaman yang
berasal dari dunia luar tidak semuanya dilayani oleh manusia tetapi
manusia memilih mana-mana yang perlu dan mana-mana yang tidak perlu
dilayani. Jadi semua pengalaman ini diberi penilaian lalu dipilih.
- Sebagai
penyataan kepribadian. Sikap sering mencerminkan pribadi seseorang. Ini
sebabnya karena sikap tidak pernah terpisah dari pribadi yang
mendukungnya. Oleh karena itu dengan melihat sikap-sikap pada objek
tertentu, sedikit banyak orang bisa mengetahui pribadi orang tersebut.
Jadi, sikap sebagai pernyataan pribadi. Apabila kita akan mengubah sikap
seseorang, maka kita harus mengetahui keadaan sesungguhnya dari sikap
orang tersebut dan dengan mengetahui keadaan sikap itu kita akan
mengetahui pula mungkin tidaknya sikap tersebut diubah dan bagaimana cara
mengubah sikap-sikap tersebut (Purwanto, 1999).
3. Praktek atau tindakan
(Practice)
Setelah seseorang
mengetahui stimulasi atau objek kesehatan, kemudian mengadakan penilaian atau
pendapatan terhadap apa yang diketahui, proses selanjutnya diharapkan ia akan
melaksanakan atau mempraktekkan apa yang diketahuinya.
Sedangkan menurut Roger dikutip
(Notoatmodjo, 2007), sebelum orang menghadapi perilaku baru dalam diri orang
tersebut terjadi proses yang berurutan :
1.Awarness (kesadaran)
Dimana orang tersebut
menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap objek stimulus. Pada
tahapan ini seseorang baru mengetahui objek stimulus, misalnya pada perilaku
deteksi dini kanker payudara, maka pada tahapan ini seseorang baru mengetahui
tentang perilaku deteksi dini kanker payudara.
2.Interest (tertarik)
Dimana orang
tertarik dengan stimulus. Pada tahap ini seseorang sudah mulai tertarik dengan
masalah perilaku deteksi dini kanker payudara.
3.Evaluasi (penilaian)
Rasa menimbang baik
dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden
sudah lebih baik, sebab responden sudah mulai membuat penilaian baik buruknya
perilaku deteksi dini kanker payudara untuk dirinya.
4.Trial (mencoba)
Dimana seseorang
telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan serta sikap terhadap stimulus.
Pada tahapan ini responden telah mulai mencoba perilaku deteksi dini kanker
payudara.
5.Adopsi (mengadapsi)
Dimana subyek telah
berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan kesadaran dan sikapnya terhadap
stimulus. Pada tahapan ini perilaku deteksi dini kanker payudara sudah menjadi
bagian dari perilaku responden.
BAB V
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku
Menurut
L.W.Green, faktor penyebab masalah kesehatan adalah faktor perilaku dan faktor
non perilaku. Faktor perilaku khususnya perilaku kesehatan dipengaruhi oleh 3
(tiga) faktor, yaitu :
1. Faktor-faktor Predisposisi (Predisposing
Factors)
Adalah faktor yang terwujud dalam kepercayaan,
kayakinan, niali-nilai dan juga variasi demografi, seperti : status ekonomi,
umur, jenis kelamin dan susunan keluarga. Faktor ini lebih bersifat dari dalam
diri individu tersebut.
2. Faktor-faktor Pemungkin (Enambling Factors)
Adalah
faktor pendukung yang terwujud dalam lingkungan fisik, termasuk di dalamnya
adalah berbagai macam sarana dan prasarana, misal : dana, transportasi,
fasilitas, kebijakan pemerintah dan lain sebagainya.
3. Faktor-faktor Pendukung (Reinforcing Factors)
Adalah
faktor-faktor ini meliputi : faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat, tokoh
agama, sikap dan perilaku petugas termasuk petugas kesehatan, undang-undang
peraturan-peraturan baik dari pusat maupun pemerintah daerah yang terkait
dengan kesehatan.
Menurut (Sunaryo.2004), perilaku
dipengaruhi oleh faktor endogen dan faktor eksternal, yaitu:
Faktor genetik atau faktor endogen
Ø Faktor genetik atau
keturunan merupakan konsepsi dasar atau modal untuk kelanjutan perkembangan
perilaku makhluk hidup itu. Faktor genetik berasal dari dalam diri individu
(endogen), antara lain:
Ø Jenis ras, setiap
ras di dunia memiliki perilaku yang spesifik, saling berbeda satu dengan
lainnya.
Ø Jenis kelamin,
perbedaan perilaku pria dan wanita dapat dilihat dari cara berpakaian dan
melakukan pekerjaan sehari-hari. Perilaku pada pria disebut maskulin, sedangkan
perilaku wanita disebut feminin.
Ø Sifat fisik,
misalkan perilaku pada individu yang pendek dan gemuk berbeda dengan individu
yang memiliki fisik tinggi kurus.
Ø Sifat kepribadian,
perilaku individu tidak ada yang sama karena adanya perbedaan kepribadian yang
dimiliki individu, yang dipengaruhi oleh aspek kehidupan seperti
pengalaman,usia watak, tabiat, sistem norma, nilai dan kepercayaan yang
dianutnya.
Ø Bakat pembawaan,
bakat merupakan interaksi dari faktor genetik dan lingkungan serta bergantung
pada adanya kesempatan untuk pengembangan.
Ø Inteligensi,
Ebbinghaus mendefinisikan inteligensi adalah kemampuan untuk membuat kombinasi.
Dari batasan tersebut dapat dikatakan bahwa inteligensi sangat berpengaruh
terhadap perilaku individu.
Faktor eksogen atau faktor dari luar individu
Ø Faktor lingkungan.
Lingkungan disini menyangkut segala sesuatu yang ada disekitar individu, baik
fisik, biologis maupun sosial. Ternyata lingkungan sangat berpengaruh terhadap
perilaku individu karena lingkungan merupakan lahan untuk perkembangan perilaku.
Ø Pendidikan. Proses
dan kegiatan pendidikan pada dasarnya melibatkan masalah perilaku individu
maupun kelompok.
Ø Agama. Agama
sebagai suatu keyakinan hidup yang masuk ke dalam konstruksi kepribadian
seseorang sangat berpengaruh dalam cara berpikir, bersikap, beraksi, dan
berperilaku individu.
Ø Sosial ekonomi,
telah disinggung sebelumnya bahwa salah satu lingkungan yang berpengaruh
terhadap perilaku seseorang adalah lingkungan sosial.
Ø Kebudayaan.
Ternyata hasil kebudayaan manusia akan mempengaruhi perilaku manusia itu
sendiri.
Ø Faktor-faktor lain:
Susunan saraf pusat, Persepsi, Emosi
BAB VI
Hubungan
Perilaku dan Kebiasaan
Jika mengamati kehidupan suatu
keluarga dan mengamati cara pergaulan anak dalam keluarga ini akan nampak
dengan jelas bahwa lingkungan inilah yang mengajarkan bagaimana memenuhin
setiap jenis kebutuhan yang diterima oleh setiap anggota keluarga,serta
mencerminkan pengaruh norma yang terdapat dalam lingkungan sosiokultural yang
lebih luas .Norma itu menjadi kebiasaan dari setiap individu sesuai dengan
cara-cara dan norma lingkungan.
BAB VII
Usaha
memperbaiki perilaku negatif
- Peningkatan peran keluarga
- Peningkatan status sosial ekonomi
- Menjaga keutuhan keluarga
- Menjaga sikap dan kebiasaan sesuai norma
- Pendidikan disesuaikan status Menjaga keutuhan keluarga.
- Memp Peningkatan peranan keluarga terhadap perkembangan dari kecil hingga dewasa.
- Peningkatan status social ekonomi keluarga ertahankan sikap dan kebiasaan orang tua sesuai dengan norma yang disepakati.
DAFTAR PUSTAKA
1. Azwar. 2009. Sikap
Manusia Teori dan Pengukurannya.Yogyakarta : Pustaka Pelajar
2. Desmita, 2006.
Sikologi Perkembangan. Bandung Remaja Rosda karya
3. Mubarok, 2007.
Promosi Kesehatan Sebuah Pengantar Proses Belajar Mengajar Dalam Pendidikan.
Yogyakarta : Graha Ilmu
4. Notoatmodjo. 2003.
Pendidikan dan Perilaku Kesehatan, Jakarta : Rineka Cipta
5. Purwanto,H. 1998.
Pengantar Perilaku Manusia Untuk Keperawatan Jakarta : EGC
6. Saifudin.2006.
Sikap manusia dan Pengukurannya. Jakarta : Rineka Cipta
7. Widayatun,T,R.
2009. Ilmu Perilaku M.A.104. Jakarta : CV Agung Seto
8.
David.O.sears,1985.Psikologis
sosial edisi k 5 jilid 2,Jakarta:Erlangga.Jln.H.Baping raya.No.100 Cirasas .
9.
Purwanto
Heri.Pengantar perilaku manusia:Buku kedokteran.
10.
Notoatmodjo,
S.2002.Metodologi Penelitian kesehatan, Jakarta: Rineka Cipta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar