BAB
2
PEMBAHASAN
2.1
PENDAHULUAN
Infeksi
saluran pernafasan atas(ISPA) termasuk flum, runitis akut, pilek adalah tipe
infeksi saluran nafas atas yang paling sering ditemukan. Orang dewasa rata rata
akan terserang flu dua sampai empat kali dalam setahun, dan anak anak rata rata
empat sampai 12 kali pertahun. Insidennya bervariasi menurut musim, kira kira
50% dari penduduk akan mendapat penyakit seperti ini pada musim dingin dan 25%
pada musim panas. Biasanya flu tidak dianggap sebagai penyakit yang berbahaya
tetapi penyakit ini menyebabkan rasa tidak nyaman baik secara fisik maupun
mental dan menyebabkan penderita tidak bekerja. Di Amerika serikat flu adalah
suatu penyakit yang sangat mahal setiap tahun lebih dari 500 juta dollarAmerika dihabiskan untuk membeli obat
obat flu dan batuk yang diperjual belikan dengan bebas.
2.1.1 FLU DAN RINITIS AKUT
Flu
disebabkan oleh rinovirus dan terutama menyerang nasofaring.Rinitis
akut(peradangan akut membran mukosa lambung) biasanya terjadi bersamaan flu. Rinitis
akut tidak sama dengan rinitis alergik, sering disebut juga “hay fever”(demam
jerami) yang disebabkan oleh serbuk atau substansi asing seperti partikel dari
bulu binatang. Pada keduanya terjadi peningkatan sekresi nasal.
Flu
paling menular 1 sampai 4 hari sebelum onset(masa inkubasi) dan selama 3 hari
pertama dari penyakit in. Transmisi biasanya lebih sering terjadi melalui
sentuhan pada permukaan yang mengalami terkontaminasi dan menyentuh hidung atau
mulut dari pada melalui droplet virus yang terhambur ketika bersin.
Ada
pepatah kuno yang mengatakan, Flu jika diobati akan sembuh dalam waktu satu
minggu dan tanpa pengobatan sembuh dalam waktu 7 har. Cara cara umum seperti
istirahat,sop mie ayam, minuman hangat(teh, alkohol,dan gula), vitamin C, (dalam
perdebatan), mengadosis vitamin(kontroversial). Keempat golongan obat yang
dipakai untuk mengatasi gejala flu adalah anvitamin(menghambat Hı), dekongestan
(amin sipatomimetik), antitusif, ekspektoran, Obat obatan ini dapat dipakai
secara tersendiri atau secara kombinasi.
Gejala
gejala flu mencangkup rinorea(sekret hidung yang berair ), hidung tersumbat
batuk dan peningkatan sekresi mukosa. Jika terjadi infeksi bakteri skunder
terhadap flu, bisa terjadi rinitis infeksidan sekret hidung menjadi kental, mukoid
dan berwarna kuning atau kuning hijau. Sekret hidung ini akibat dari sel sel
debris yang timbul sebagai produk samping peperangan tubuh melawan infeksi
bakteri.
2.1.2
ANTIHISTAMIN
Antihistamin atau
penghambat Hı, bersaing dengan histamin untuk menduduki respektor, sehingga
menghambat respon histamin penghambat Hı juga disebut antagonis. Histamin ada 2
tipe reseptor histami, Hı dan H2, keduanya menyebabkan respons yang berbeda
Bila Hı dirngsang maka otot otot yang melapisi rongga hidung akan berkontraksi
pada perangsangan H2 terjadi peningkatan gastrik, yang menyebabkan terjadinya
tukak lambung. Kedua tipe reseptor histaminini jangan dikacaukan satu dengan
lainnya. Antihistamin mengurangi sekresi nasofaring dengan jalan menghambat
reseptor Hı.
Sifat antikolinergik pada kebanyakan
antihistamin menyebabkan mulut kering dan pengurangan sekresi, membuat zat ini
berguna untuk mengobati rinitis yang ditimbulkan oleh flu. Antihistamin juga
mengurangi rasa gatal pada hidung yang menyebakan penderita bersin. Banyak obat
obat flu yang dapat dibeli bebas mengandung antihistamin, yang dapat menimbulkan rasa mengantuk. Klien
harus menyadari hal ini dan tidak mengendarai mobil atau menjalankan mesin yang
bisa membahayakan jika mereka memakai obat yang mengandung antihistamin.
Antihistamin tidak
berguna pada keadaan emergensi (gawat darurat) seperti anafilaksis Kebanyakan
antihistamin akan diserap dengan cepat dalam waktu 15menit tetapi obat ini
tidak cukup kuatuntuk mengatasi anafilaksis. Difenhidramin antihistamin(Benadryl)
sudah dijual bertahun tahun , dan biasanya digabung dengan zat zat lain
pemakaian utamanyaadalah untuk rinitis.Gambar 28-1 mencantumkan tingkah laku
farmakologik dari difenhidramin.
ANTIHISTAMIN
–HIFENHIDRAMIN
|
PROSES
KEPERAWATAN
PENGKAJIAN DAN PERENCANAAN
INTERVENSI
EVALUASI
|
ANTIHISTAMIN
UNTUK PENGOBATAN RINITIS
NAMA OBAT
|
DOSIS
|
PEMAKAIAN DAN PERTIMBANGAN
|
Antihistamin
Difenhidramin
(benadryl)
Klorfeniramin
maleat( Chlor – trimeton)
Fenotiasin
(Aksi
antihistamin)
Prometazine
(phenergan)
Trimeprazine
(temari)
Turunan Piperazine
(Aksi
Antihistamin)
Hydroxyzine
(Atarak)
|
D :PO:
25-50 mg, setiap 4-6 jam
D:
PO,IM,IV: 5 mg/kg/h dalam 4 dosis
terbagi,tidak lebih dari 300mg/hari
D: PO:2-4mg,
setiap 4-6 jam
A:
6-12 thn. 2 mg, setiap 4-6 jam
A: 2-6
thn : PO, 1mg, setiap 4-6 jam
D:
PO:IM: 12,5-25 MG, setiap 4-6 jam PRN (kalau perlu)
D: PO:
2,5 mg,q.i.d(4 kali sehari)
A:3-12thn:2,5,t.i.d
(3 kali sehari)
D: PO:
25-100 mg, t.i.d.,q.i.d.
A:
(<6 thn): 50 mg/hari dalam dosis terbagi
|
Untuk
rinitis alergik,urtikaria; dan di pakai juga sebagai antitusif.lihat gambar
28-1.
Untuk
alergi termasuk rinitis alergik
Untuk
alergi , rinitis
Untuk
alergi, rinitis
Untuk
alergi dan cemas;untuk mencegah mual dan muntah.
|
FARMAKOKINETIK
Difrenhidamin dapat di
berikan secara oral intramuskular, intravena. Zat ini mudah di absorbsi oleh
usus, tetapi absorbsi sistematik dari pemberian topikal sangat kecil . Zat ini
sangat mudah berikatan dengan protwein dan memiliki waktu paruh dari 2 sampai 7
jam Difenhidramin dimetabolisasi oleh hati dan dieksresi dalam urin.
FARMAKODINAMIK
Difehidramin menghambat
efek histamin dengan menempati lokasi reseptor H1 zat ini memiliki efek antikolinergik dan harus
dihindari oleh klien yang menderita gaukoma sudut sempit . Rasa mengatuk adalah
efek samping yang paling utama dan dipakai juga sebagai salah satu komponen
adalah obat obat untuk membantu tidur.Obat ini juga dipakai sebagi antitusif
(untuk batuk).
Difenhidramin dapat
mengurangi efek antikoagulan oral dan dapat menekan sistem syaraf pusat bila
diminum bersama alkohol, narkotik, hipnotik, atau barbiturat.
Mula kerjanya dapat
timbul dalam 15 menit bila diberikan oral dan intramuskular pada pemberian secara intreavena mula
kerjanya segera lam kerja 4 sampai 8 jam.
Tabel 28-1 mencantumkan beberapa
antihistamin atau agen agen yang mirip antihistamin yang berguna untuk
mengobati rinitis
EFEK
SAMPING DAN REAKSI YANG MERUGIKAN
Efek samping yang
paling sering adalah rasa ngantuk, pusing , letih, dan gangguan koordinasi bisa
juga timbul ruam kulit dan gejalagejala antikolinergik, seperti mulut kerinhg,
retensi urin, pandangan kabur, dan mengi.
DEKONGESTAN
HIDUNG DAN SISTEMIK
Hidung tersumbat yang
disebabkan oleh dilatasi pembuluh darah hidung karena infeksi, peradangan, atau
alergi. Dengan dilatasi ini terjadi transudasi cairan ke jaringan sekitar
sehingga terjadi pembengkakan rongga hidung. Dekongestan hidung
(aminsimpatomimetik merangsang reseptor adrenergik alfa, sehingga menghasilkan
kontriksi vaskular(vasokontriksi) dari kapiler di dalam mukosa hidung dan
pengurangan sekresi cairan hidung berair).
Dekongestan hidung bisa
diberikan dalam bentuk semprotan, atau tetes hidung, tablet, kapsul atau
cairan. Pemakaian dekongestan yang terlalu sering terutama seporotan atau tetes
hidung dapat menimbulkan keadaan toleransi dan rebound nasal congestion
(terjadi vasodilatasi dan bukan vasokontriksi seperti yang seharusnya).
Fenomena ini disebabkan oleh iritasi mukosa hidung.
Dikongestan sistemik
(agronis adrenergik alfa) tersedia dalam bentuk tablet , kapsul dan cairan atau
sirup dan terutama dipakai untuk rinitis
alergik, termasuk demam jeremidan koriza akut (sekret hidung yang berlebihan 0
contoh dekongestan sistemik adalah efedrin , fenilpropanolamin, analgesik,
fenilefin dan pseudoefredin. Agen agen ini setiap dikombinasikan dengan
antihistamin,analgesik atau antitusif pada obat obat flu oral. Keuntungan
kongesti sistemik yaitu dapat menghilangkan kongesti hidung untuk waktu yang lebih lama dari pada
dekongesti hidung tetapi sekarang ada dekongestan hidung yang waktu kerjanya
panjang.Dekongestan hidung biasanya bekerja dengan cepat dan lebih sedikit
menyebabkan efek samping dari pada dekongestan sistemik.Tabel 28-2 menjelaskan
obat
obat dosis, dan pemakaian dan
pertimbangan pemakaian dekongestan hidung dan sistemik.
EFEK
SAMPING DAN REAKSI YANG MERUGIKAN
Seperti pada setiap
obat adrenergik alfa tekanan darah dan kadar glukosadarah dapat meningkat pada pemakaian
dekongestan Kontraindikasi pemakaian obat obat ini merupakan kontraindikasi
pada penderita tekanan darah tinggi , penyakit jantung , hipertiroid dan
diabetes militus.
ANTITUSIF
Antitusif bekerja pada
pusat pengendali batuk di medula untuk menekan reflek batuk. Batuk adalah cara
tubuh untuk mengeluarkan sekret atau material lain dari saluran nafas. Sakit
leher bisa menyebekan batuk yang meningkat iritasi tenggorok . Jika batuk tidak
produktif dan mengiritasi , boleh diberikan antitusif . Permen keras dapat
menurunkan batuk yang konstan dan mengiritasi Dekstrometosan suatu antitusif
nonnarkotik dipakai secara luas dan bebas untuk mengobati fluGambar 28-2
mendaftarkan data obat yang berkaitandengan dekstrometrofan.
ANTITUSIF: DEKSTROMETOFAN
|
|
PROSES
KEPERAWATAN
PENGKAJIAN
DAN PERENCANAAN
INTERVENSI
EVALUASI
|
FARMAKOKINETIK
Dekstrometofan tersedia
dalam bentuk sirup atau cairan, kapsul yang tidak dikunyah, dan pelega
tenggorok. Nama dagangnya mencakup Robitusin DM, Romillar, PediacareI,
FormulaContact Cold, Formula batuk Sucrets, dan banyak lainnya. Obat ini
diabsorbsi dengan cepat. Presentase ikatan protein dan waktu paruhnya tidak
diketahui, dekstrometofan dimetabolisasi oleh hati.
FARMAKODINAMIK
Dekstrometofan adalah
suatu antitusif nonarkotik yang menekan pusat batuk di medula. Jika batuk
berlangsung lebih dari 1 minggu dan ada demam atau ruam, harus berobat ke
dokter. Klien yang memiliki penyakit sebelumnya harus segera mencari dokter.
Depresi sistem saraf pusat dapat meningkat bila obat ditelan dengan alkohol,
narkotik, sedatif hipnotik, barbiturat , atau antidepresi.
Onset kerja
dekstrometofan relatif cepat dan lama kerjanya 3-6jam biasanya obat yang
mengandung dekstrometrofandapat dipakai beberapa kali sehari.
Antitusif tergolong dalam 3 tipe
nonarkotik, narkotik atau preparat kombinasi biasanya obat obat inidipakai
dalam kombinasi dengan agen agen lain.
EKSPEKTORAN
Ekspektoran melunakan
sekret bronkus sehingga dapat dihilangkan dengan batuk. Obat ini dapat di pakai
dengan atau tanpa agen farmakologi lain. Ekspektoran di dapat padabanyak obat
obat yang dijual bebas bersama sama dengan analgesik, antihistamin,
dekongestan, dan antitusif. Ekspektoran yang sering dipakai untuk preparat
seperti itu adalah guayafenesin . Hidrasi(banyak cairanmisalnya minum yang
banyak ) adalah ekspektoran yang baik.Tabel 28-3 tercantum daftar data obat
antitusif dan ekspektoran
SINUSITIS
Sinusitis adalah
peradangan membran mukosa dari satu atau lebih sinus
maksilaris,frontal,etmoidalis atau sfenoidalis.Dekongestan nasal atau sistemik
merupakan indikasi Asetaminofen,cairan, dabn istirahat juga membantu untuk
sinusitis akut atau berat, bisa diberikan antibiotik.
OBAT
|
DOSIS
|
PEMAKAIAN
DAN PERTIMBANGAN
|
Efedrin
Fenilefrin
(Neo-Synephrine,Sinex)
Fenilpropanolanmin
(Propadine,
Dristan,Diemtapp)
Pseudoefedrin(Aktived,novafet,sudafed)
Oksimetazolin
(Afrin)
Nafazolin(Provine)
|
D: PO:
25-50 mg, t.i.d.,q.i.d.
Larutan
0,25-1%
D:PO:
25-50 mg,t.i.d.,q.i.d.
D:
PO:60 mg, setiap 4-6 jam
Semprot
0,05%, tetes
Semprot
0,05%
|
Obat
bebas yang dapat dipakai tersendiri atau dalam kombinasi menyebabkan
vasokontriksi selaput lendir hidung.
Untuk
rinitis. Kurang kuat dibanding epinefrin. Dapat menyebabkan sakit kepaladan
hipertensi yang sementara
Untuk
rinitis bermacam macamkombinasi. Efek pada SSP tidak sebanyak efedrin
Untuk
rinitis. Perangsangan pada SSP dan hipertensi tidak seberat efedrin
Dekongestan
dengan masa kerja panjang, dipakai dua kali sehari, pagi dan sore hari. Dapat
menyebabkan kongesti rebound
Dapat
menyebabkan kongesti rebound, hipertensi yang sementara, bradikardi, dan
aritmia yang lain
|
FARINGITIS
AKUT
Faringitis akut
(peradangan tenggorok, atau “sakit leher”) dapat disebabkan oleh virus atau
oleh streptokokus beta hemolitik atau bakteri lain. Dapat timbul sendiri atau
bersama flu dan rinitis atau sinusitisakut. Gejala mencakup kenaikan suhu tubuh
dan batuk Harus dilakukan biakan
tenggorok untuk menyingkirkan infeksi streptokokus betahemolitikus. Obat kumur
salin, tablet hisap, dan banyak minum biasanya banyak dianjurkan Asitaminofen boleh diberikan jika ada
peningkatan temperatur jika biakan tenggorok positif terhadap streptokokus
betahemolitikus seringkali penderita diberi antibiotik selama 10hari Antibiotik
tidak efektif untuk faringitis virus.
TONSILITIS
AKUT
Tonsilitis akut adalah
peradangan tonsil streptokokus adalah mikroorganisme penyebab yang umum. Gejala
gejala mencakup sakit leher, nyeri menelan, menggigil, demam dan sakit otot.
Biakan tenggorokan harus dilakukan untuk menentukan apakah organisme
penyebabnya adalah streptokokus beta hemolitikus. Obat kumur salin meningkatkan
jumlah cairan yang masuk dan antibiotik adalah tindakan pengobatan yang normal.
LARINGITIS
AKUT
Pada laringitis akut
edema pita suara menyebabkan suara serak dan kecil. Hal inio bisa disebabkan oleh stres pemakain pita
suara yang lebih atau infeksi pernafasan. Pemberian obat yang tidak banyak
membant. Biasabnya perlu istirahat berbicara dan hentikan merokok.
Proses
Keperawatan Flu
Pengkajian
·
Tentukan apakah penderita memiliki
tekanan darah tingg, terutama jika dekongestan merupakan salah satu obatnya.
·
Periksa tanda tanda vital dasar suatu
kenaikan suhu tubuhdari 37,2 ˚C(99˚F) sampai 38,3˚C(101˚F) bisa menunjukkan
adanya flu yang disebabkan oleh infeksi virus.
Perencanaan
·
Flu klien akan berlangsung selama 7 hari
infeksi skunder oleh bakteri tidak terjadi.
Intervensi
keperawatan
·
Pantau tanda tanda vital tekanan darah
bisa meningkat bila penderita diberi dekongesta. Bisa juga timbul aritmia
·
Amati warna sekret bronkus.Mukus kuning
atau hijau menunjukkan adanya infeksi bronkus. Mungkin diperlukan antibiotik.
·
Berhati hati terhadap kodein untuk
menentukan batuk yang menimbulkan toleransi dan ketergantungan fisik.
ANTITUSIF
DAN EKSPEKTORAN
OBAT
|
DOSIS
|
PEMAKAIAN
DAN PERTIMBANGAN
|
Antitusif
narkotik
Kodein
Hidrokodon
(hycodan)
Antitusif Nonnarkotik
Difenhidramin
(benylin benadryl)
Dekstrometorfan
(Romilar,sucrets)
Ekspektoran
Guaifenesin
(Robitussin)
Kalium
iodida
Gliserol iodin (lophen, organidin)
|
D: PO:
10-20 mg, setiap 4-6 jam
D:
PO:5-10mg, setiap 6-8 jam
D:PO:0,6
mg/kg/hari dalam dosis terbagi 3-4, tidak melebihi 10 mg /dosis tunggal.
D:PO:25
mg,setiap 4-6 jam
D:PO:10-20
mg,setiap 4-6 jam
A(6-12
th):5-10 mg,setiap 4-6 jam
A(2-5
th): 2,5-5 mg, setiap 4-6 jam
D:PO:200-400
mg, setiap 4 jam
A(6-12
th):100-200 mg,setiap 4 jam
A(2-5th):
50-100 mg,setiap 4 jam
D:PO:0,3-0,6ml,
setiap 4 jam
D: PO: 60 mg (tablet), q.i.d
|
Obat
golongan II. Dapat menjadi golongan V jika dikombinasi dalam sirup obat
batuk, Biasanya dicampur dengan antihistamin, dekongestan, dan atau
ekspektoran
Seperti
kodein
Mempunyai
efek anti histami.Dan dapat menimbulkan rasa mengantuk dan mulut kering.
Menekan
batuk.tidak menekan pernafasan tidak menimbulkan toleransi
Untuk
batuk kering,tidak produktif,Dapat menyebabkan mual,muntah.Dapat dikombinasi
dengan pereda flu yang lain.Diminum dengan banyak air untuk mncegah lendir.
Merangsang sekresi dan cairan bronkus. Hindari jika terdapat
hiperkalemia. Dapat menimbulkan rasa mual dan muntah.
Sama seperti kalium iodida
|
Penyuluhan
pada klien
·
Ajari klien untuk penggunaan semprotan
hidung yang benar tarik nafas dengan satu semprotan jangan lebih dari satu atau
dua semprotan, 4-6 kali sehari selama 5-7 hari bisa timbul kongesti rebound
bila dipakai secara berlebihan.
·
Nasehati klien untuk membaca tabel obat
obat yang dijual bebas dan memeriksakan kepada dokter sebelum memakai obat obat
untuk meredakan flu terutama jika memakai obat obat lain atau jika klien
menderita masalah kesehatan seperti tekanan darah tinggi atau hiipertiroidisme
·
Nasihatkan klien agar tidak mengendarai
kendaraan jika salah satu kandungan obat flu merupakan antihistamin. rasa
mengantuk sering terjadi
·
Beritahu klien untuk menjaga masukan
cairan dalam jumlah yang cukup cairan akan mengencerkan sekresi bronkus
sehingga mudah dikeluarkan dengan batuk
·
Beritahu klien untuk tidak memakai obat
flu menjelang atau pada jam tidur insomnia dapat terjadi jika obat mengandung
dekongestan
·
Beritahu klien untuk minum larutan
kalium jodida jenuh (SSKI = Saturated Solution Of Potassium Iodide) dalambentuk
cairan yang diencerkan dengan menggunakan sedotan supaya tidak menodai email
gigi
·
Anjurkan klien untuk mendapat
istitirahat yang cukup.
Evaluasi
Evaluasi efektifitas
terapi obat. Pastikan bahwa klien bewbas dari gejal gejala flu, mendapatkan
masukan cairan dan istirahat yang cukup dan tidak demam.
2.
OBAT-OBAT UNTUK GANGGUAN SALURAN PERNAFASAN BAWAH
PENDAHULUAN
Penyakit paru
obstruktif kronik (COPD) dan penyakit paru restriktif adalah dua kategori utama
dari penyakit saluran pernafasan bawah. COPD disebabkan oleh obstruksi saluran
nafas karena meningkatnya tahanan aliran udara ke jaringan paru. Pada penyakit paru restriktif terjadi
pengurangan kapasitas paru total yang disebabkan oleh adanya akumulasi cairan
atau hilangnya kelenturan paru. Edema pulmonar, fibrosis pulmonar, pneumonitis,
toumor paru, krlainan vertebra toraks (skoliosis), dan gangguan yang menyerang
otot dinding toraks seperti miastenia grafis adalah tipe dan penyebab dari
penyakit pulmonar restriktif.
Obat –obat yang dibahas
dalam bab ini terutama untuk mengobati COPD, terutama asma. Obaot –obat ini
mencakup bronkodilator (simpatomimetik [terutama agonis beta2-adrenergik],
metilsatin [santin]), glukokortikoid, kromolin, antikolinergik, dan mukolitik.
Beberapa obat –obat ini bisa juga dipakai untuk mengobati penyakit paru –paru
restriktif.
PENYAKIT
PARU OBSTRUKTIF KRONIK (COPD)
COPD
mencakup
empat penyakit paru utama : (1) asma, (2) bronkitis kronik, (3) emfisema, dan
(4) bronkiektasis. Asma bronkial dicirikan oleh adanya bronkospasme
(penyempitan) bronkiolus), mengi dan dispnea. Terjadi tahanan pada pada udara
karena obstruksi jalan nafas. Baik pada asma akut maupun kronik yang berada
dalam keadaan remisi hanya akan ditemukan sedikit sekali perubahan struktur dan
fungsi jaringan paru. Pada bronkitis kronik, emfisema, dan bronkiektasis
terjadi kerusakan ireversibel yang permanen pada struktur fisik jaringan paru.
Pada umumnya terjadi deteriosasi (penyimpangan) yang terus menerus yang
berlangsung selama bertahun-tehun.
Bronkitis
kronik adalah penyakit paru progresif yang disebakan oleh
merokok, atau infeksi paru kronik. Peradangan bronkial dan sekresi mukus yang
berlebihan menyebabkan obstruksi saluran napas. Batuk produktif adalah mekanisme respons untuk mengeluarkan
kelebihan produk mukus dan iritasi bronkial kronik. Ronki pada saat inspirasi
maupun ekspirasi akan terdengar pada pemeriksaan auskultasi. Hiperkapnia
(peningkatan retensi karbondioksida) dan hipoksemia (penurunan oksigen darah)
menyebabkan asidosis respiratori.
Pada bronkiektasis terjadi dilatasi
abnormal dari bronkus dan bronkiolus sekunder terhadap infeksi dan peradangan
yang terjadi berulang-ulang. Bronkiolus tersumbat karena pecahan epitel dari
mukosa bronkus. Bisa terjadi jaringan fibrosis.
Emfisema
adalah
penyakit paru progresif yang disebabkan oleh merokok, kontaminan atmosfir, atau
kekurangan protein alfa1-an-tiripsin yang menghambat enzim proteolitik dilepaskan dalam paru oleh sel –
sel fagosit atau bakteria. Bronkiolus terminal tersumbat oleh mukus,
menyebabkan hilangnya jaringan elastin dan serat dalam alveoli. Dengan
banyaknya dindikng alveoli yang rusak alveoli akan membesar. Udara terperangkap
di dalam alveoli yang membesar, mengarah pada pertukaran gas (O2 dan
CO2)yang tidak adekuat.
ASMA
BRONKIAL
Asma Bronkial adalah
penyakit paru obstruktif kronik yang ditandai oleh periode bronkospasme yang
menimbulkan penderita sukar bernafas dan mengi. Bronkospasme, atau bronkokonstriksi, terjadi ketika jaringan paru
terpajan oleh faktor ekstrinsik dan intrinsik yang merangsang respons
bronkokonstriktif. Faktor –faktor yang merangsang serangan asma (bronkospasme)
mencakup kelembaban, perubahan tekanan udara, perubahan temperatur, asap, uap
(debu asap, parfum), kekecewaan emosi, dan alergi terhadap partikel dari bulu
binatang, makanan, dan obat – obatan sepertiaspirin, indometasin, dan
ibuprofen.
Sel- sel mast, yang ditemukan dalam jaringan penunjang di
seluruh tubuh, secara langsung terlibat dalam respons asmatik, terutama
terhadap faktor ekstrinsik. Sel-sel mast merangsang pelepasan mediator kimiawi
seperti histamin, serotonin, ECF-A (faktoreosinofil kemotaktik dari
anafilaksis), dan leukotrien. Histamin dan ECF-A merupakan bronkokonstriktor
kuat. Otot polos bronkial dilapisi secara spiral sekeliling bronkiolus, dan
bronkiolus berkontrksi ketika dirangsang oleh mediator ini.
Siklik monofosfat adenosin (siklik AMP, atau cAMP) suatu
substan selular, terlibat dalam banyak aktivitas selular dan bertanggung jawab
untuk mempertahankan bronkodilatasi. Ketika histamin, ECF-A, dan leukotrien
menghambat kerja cAMP, terjadilah bronkokonstriksi. Bronkodilator simpatometik (adrenergik) dan metilxantin
meningkatkan jumlah cAMP dalam sel –sel jaringan bronkial.
Pada suatu serangan asma akut, simpatomimetik (agonis
beta-adrenergik) adalah pertahan pertama. Zat ini mempromosikan produksi cAMP
dan meningkatkan bronkodilatasi.
LINGKUNGAN
|
POLUTAN
|
SUBTANSI ALERGIK
|
OBAT-OBAT
|
|
Eksternal
|
Internal
|
|||
Kelembaban
|
Emosi
|
Asap
|
Makanan
|
Aspirin
|
Perubahan tekanan udara
|
Stres
|
Polusi udara (mobil, industri)
Parfum
|
Partikel bulu hewan
Tanaman, pohon
|
NSAID(ibuprofen)
|
Perubahan temperatur
|
Bunga-bunga
|
|||
Kerja
|
Merangsang pelepasan dari :
·
Mediator
kimiawi
(Histamin,
serotonin, faktor
Kemotaktik
eosinofil dari anafilaksis
Bronkokontriksi
(penyempitan bronkioli)
Edema
bronkial, sekresi bronkial meningkat
(FAKTOR-FAKTOR
YANG TURUT MENYEBABKAN BRONKOKONSTRIKSI)
BRONKODILATOR
ADRENERGIK-BETA2 : METAPROTERENOL
SIMPATOMIMETIK
: AGONIS ALFA- DAN BETA2-ADRENERGIK
Simpatomimetik meningkatkan siklik AMP, menyebabkan
dilatasi bronkiolus. Pada akut bronkospasme karena anafilaksis dari reaksi
alergi, epinefrin simpatomimetik nonselektif (Adrenalin), yang merupakan agonis
alfa, beta1 dan beta2, diberikan secara subkutan untuk
meningktakan bronkodilatasi dan menngkatkan tekanan darah. epinefrin diberikan
dalam keadaan gawat darurat untuk memulihkan sirkulasi dan meningkatkat
kelancaran (patennya/terbukanya) saluran udara
Untuk bronkospasme yang berhubungan dengan asma menahun
atau COPD, agonis beta2-adrenergik selektif diberikan melalui
aerosol atau dengan tablet. Obat-obat ini terutama bekerja pada reseptor beta2;
karena itu, efek sampingnya kurang berat dibandingkan
dengan epinefrin, yang bekerja pada reseptor alfa, beta1 dan beta2.
Agen beta-adrenergik pertama yang dipakai untuk
bronkospasme adalah isoproterenol (isuprel), yang mulai diperkenalkan pada
tahun 1941. Obat ini tidak memiliki sifat agonis alfa, tetapi merupakan suatu
agonis beta non selektif karena obat ini merangsang baik reseptor beta1
maupun beta2. Karena reseptor beta1 terangsang, denyut
jantung meningkat dan bisa terjadi takikardia. Perangsangan beta2
meningkatkan bronkodilatator. Isoproterenol tidak bisa diberikan secara oral
karena zat ini dimetabolisasi dalam saluran pencernaan. Bisa diberikan secar
sublingual (dibawah lidah), melalui inhalasi menggunakan inhaler atau nebuliser
aerosol, atau intravena untuk serangan asma berat. Lama kerjanya pendek.
Agen beta-adrenergik kedua adalah metaproterenol
(Alupent, Metaprei), yang pertama kali dipasarkan pada tahun 1961. Zat ini
memiliki sedikit efek beta1, tetapi terutama di pakai sebagai agen
beta2. Obat ini dapat di berikan secara oral atau melalui inhalasi
dengan inhaler atau nebulizer.
FARMAKOKINETIK
Metaproterenol diabsorpsi dengan baik pada saluran
gastrointestinal. Persentase ikatan protein dan waktu paruhnya tidak diketahui.
Dimetabolisasi oleh hati dan dikeluarkan dalam air kemih.
FARMAKODINAMIK
Metaproterol membalikkan keadaan bronkospasme dengan
merelaksasikan otot polos bronkial. Oini bekerja pada reseptor beta2
meningkatkan timbulnya bronkodilatasi dan meningkatkan siklik Amp. Karena
memiliki sedikit sifat beta1, zat ini dapat juga menimbulkan tremor,
kecemasan , jantung berdebarbar, dan peningkatan denyut jantung bila diberikan
dalam dosis besar. Ada beberapa interaksi obat yang perlu dipertimbangkan. Jika
metaproterenol di minum dengan betaadrenergik bloker, efeknya berkurang.
Agen-agen simpatometik lainnya meningkatkan efek metaproterenol.
Awitan kerja untuk oral dan inhalasi metaproterenol
adalah cepat dan lama kerjanya pendek. Pemakaian yang berlebihan dari obat ini
melalui inhalasi dapat menimbulkan keadaan toleransi dan bronkokonstriksi
paradoks.
Obat-obat beta-adrenergik untuk asma yang terbaru adalah
lebih selektif terhadap reseptor beta2. Dosis tinggi atau pemakaian
yang berlebihan dari agen beta2-adrenergik untuk asma bisa
menimbulkan respons beta1 seperti kecemasan, tremor, dan peningkatan
denyut jantung. Agonis beta2 yang ideal adalh yang memiliki awitan
kerja yang cepat, lama kerjanya yang panjang, dan sedikit efek samping.
Albuterol (proventil, Ventolin) adlah obat beta2 selektif yang
efektif untuk mengobati dan mengontrol asma dengan meniombulkan bronkodilatasi.
Pemakaian
Inhaler Aerosol
Jika agonis beta2
diberikan dengan inhaler yang memiliki ukuran dosis, perlu dijelaskan pada
klien cara pemakaian inhaler yang benar dan dosis intervalnya. Metoda pemakaian inhaler yang benar adalah
sebagai berikut :
1.
Masukkan tabung obat ke dalam tabung
plastik pemegang
2.
Kocok inhaler sebelum dipakai. Lepaskan tutup dari bagian yang akan dimasukkan ke
mulut
3.
Keluarkan napas dari mulut, pegang
inhaler tegak tegak ke atas
4.
Bibir diusahakan untuk tetap
mengelilingi bagian mulut dan tarik napas. Sewaktu menarik napas, tekan tabung
obat sekali
5.
Tahan napas selama beberapa detik,
keluarkan tabung dari mulut, dan keluarkan napas perlahan-lahan
6.
Jika diperlukan dosis kedua, tunggu 2 menit
dan ulang prosedur dengan terlebih dahulu mengocok tabung obat yang berada
dalam tabung plastik pemegang dengan penutup terpasang
7.
Bersihkan bagian mulut. Jika inhaler
tidak dipakai belakangan ini attau untuk pertama kali dipakai, “uji semprot”
dulu sebelum melakukan pemberian dosis berukur
8.
Jika inhalant glukokortikoid akan
digunakan bersama-sama dengan bronkodilator, tunggu selama 5 menit sebelum
memakai inhaler yang mengandung steroid agar tersedia cukup waktu untuk
bronkodilator dapat bekerja.
Pemakaian
obat aerosol yang berlebihan dapat menyebabkan toleransi dan hilangnya
efektifitas obat. Kadang-kandang, klien akan mengalami resistensi saluran udara
paradoks bronkokonstriksi) pada pemakaian preparat inhalasi oral yang berulang
dan berlebihan. Pemberian dosis yang sering dapat menyebabkan tremor, gugp, dan
meningkatnya denyut jantung.
EFEK
SAMPING OBAT DAN REAKSI YANG MERUGIKAN
EPINEFRIN
Efek samping dan reaksi
yang merugikan dari epinefrin mencakup tremor, hipertensi, takikardia, jantung
berdebar, disaritmia, dan angina. Klien harus diawasi (pantau) dengan hati-hati
bila diberi epinefrin.
BETA2-ADRENERGIK
Efek samping yang
berkaitan dengan obat beta2 (albuterol, terbutalin) mencakup tremor,
sakit kepala, kecepasan meningkatnya denyut jangtung, berdebar (dosis tinggi), dan
sedikkit menurunkan tekanan darah. agonis beta2 dapat meningkatkan
kadar gula darah; penderita diabetes yang memakai obat agonis beta2
harus diajarkan untuk memantau kadar gula serumnya secara cermat. Efek samping
agonis beta2 dapat hilang setelah satu minggu atau lebih. Efek
bronkodilatasinya dapat berkurang bila dipakai terus –menerus. Bisa juga
terjadi toleransi terhadap obat ini; jika keadaan ini timbul, dosisnya mungkin
perlu ditingkatkan. Gagalnya berespons terhadap dosis efektif sebelumnya bisa
menunjukkan penumpukan asma, perlu dievaluasi ulang sebelum dosis ditinggatkan.
SIMPATOMIMETIK
: BRONKODILATOR ADRENERGIK
OBAT
|
DOSIS
|
PEMAKAIAN DAN
PERTIMBANGAN
|
Epinefrin (Adrenalin,
Primatene Mist, Bronkaid Mist)
Bronkodilator
Adrenergik – Beta Oral dan Hidung
Isoproterenol
(Isuprel)
Metaproterenol
(Alupent, Metaprel)
Isoetarin (Bronkosol)
Terbutaline (Brethine
Bricanyl)
Albuterol (Proventil,
Ventoline)
|
D: SK: 0,1 – 0,5 mg
atau mL dari lar 1:1000
A: SK: 0,01 mg atau
mL dari lar 1:1000
Inhal: 1-2 semprotan
dari 1:100
1-2 inhalasi
D: SL: 10 - 20 mg
setiap 6 – 8 jam
A: SL: 5 – 10 mg
setiap 6 – 8 jam
1 – 2 inhalasi
D: PO: 20 mg , t.i.d.
q.i.d.
1 – 2 inhalasi
1 – 2 inhalasi
D: PO: 2,5 – 5 mg,
t.i.d.
D: SK: 0,25 – 0,5 mg
1 – 2 inhalasi
D: PO: 2 – 4 mg,
t.i.d. atau q.i.d.;
Maksimum 8 mg, q.i.d.
|
Untuk
bronkokonstriksi. Akut obat adrenergik non selektif (alfa, beta1,
beta2). Sering dipakai sebagai nebulizer.
Untuk
bronkokonstriksi. Nonselektif – beta1 dan beta2. Efek
beta1 menyebabkan denyut jantung meningkat.
Untuk
bronkokonstriksi. Kebanyakan efek beta2 dan sebagian beta1.
Mula kerja cepat (1 – 5 menit); masa kerja singkat (4 jam)
Untuk
bronkokonstriksi. Kebanyakan efek beta2 dengan efek beta1
yang ringan. Mula kerja cepat (1 – 6 menit); masa kerja singkat 1 – 3 jam.
Untuk bronkokonstriksi.
Kebanyakan efek beta2 dengan beta1 yang ringan. Mula
kerja lambat (5 – 30 menit); masa kerja panjang (3 – 6 jam)
Untuk
bronkokonstriksi. Efek beta2. Mula kerja lambat (15 menit); masa
kerja panjang (3 – 6 jam)
|
DERIVAT
METILXANTIN (XANTIN)
Xantin adalah golongan bronkodilatator yang dipakai untuk
asma, yang mencakup teofilin, aminofilin, dan kafein. Xantin juga merangsang
sistem saraf pusat dan pernapasan, mendilatasi pembuluh pulmonar dan koronaria,
dan menyebabkan diuresis. Karena efeknya terhadap respirasi dan pembuluh
pulmonar, maka Xantin dipakai untuk mengobati asma.
Preparat pertama yang diproduksi adalah aminofilin pada
tahun 1936. Aminofilin masih merupakan obat terpilih untuk mengobati asma akut
bila diberikan dalam bentuk intravena. Larutannya mengandung 85% teofilin.
Teofilin merelaksasikan otot polos bronkus, bronkiolus, dan pembuluh darah
pulmoner dengan cara menghambat enzim fosfodiesterase, menyebabkan peningkatan
siklik AMP, yang menimbulkan bronkodilatasi.
Teofilin memiliki indeks terapeutik yang rendah dan kadar
terapeutik yang sempit, yaitu 10 sampai 20 mikrogram/mL. Kadar teofilin dalam
serum atau plasma harus dipantau dengan berulang untuk menghindari efek samping
yang berat. Toksisitas mungkin akan timbul apabila kadarnya lebih besar dari 20
mikrogram/mL. Preparat teofilin tertentu dapat diberikan dengan agen
simpatomimetik (adrenergik), tetapi dosisnya perlu disesuaikan.
FARMAKOKINETIK
Teofilin biasanya diabsorpsi dengan baik setelah
diberikan secara oral, tetapi absorpsi dapat bervariasi sesuai dengan bentuk
dosis. Teofilin juga diabsorpsi dengan baik dalam bentuk cairan yang diminum
dan tablet polos yang tidak disalut gula. Bentuk dosis yang dilepas
perlahan-lahan akan diabsorpsi dengan lambat. Makanan dan antasida dapat
menurunkan tingkat absorpsi, tetapi bukan jumlahnya, sedangkan cairan dalam
jumlah besar dan makanan berprotein tinggi dapat meningkatkan absorpsi. Tingkat
absorpsi juga dapat dipengaruhi oleh ukuran dosis, dosis besar diabsorpsi lebih
lambat. Teofilin dapat diberikan secara intravena dalam cairan IV.
Obat-obat teofilin dimetabolisasi oleh enzim hati dan 90%
dari obat ini dikeluarkan melalui ginjal. Merokok dapat meningkatkan
metabolisasi teofilin, sehingga mengurangi waktu paruhnya. Waktu paruh akan
menjadi lebih pendek pada perokok dan anak-anak. Dengan waktu paruh yang
pendek, teofilin segera dikeluarkan oleh ginjal, dan dosis obat mungkin perlu
ditingkatkan untuk mempertahankan kadar terapeutik dalam serum. Pada perokok
atau orang tua, bayi prematur, dan klien dengan penyakit hati, rata-rata waktu
paruh teofilin adalah 7 sampai 9 jam, dan dosis yang diperlukan mungkin
berkurang. Pada perokok dan anak-anak, waktu paruhnya adalah 4 sampai 5 jam dan
dosis yang diperlukan bisa meningkat.
FARMAKODINAMIK
Teofilin meningkatkan kadar siklik AMP, menyebabkan
terjadinya bronkodilatasi. Waktu rata-rata yang diperlukan sampai terjadi onset
kerja untuk teofilin oral adalah 30 menit, sedangkan untuk kapsul yang
pelepasannya dihambat adalah 8 sampai 24 jam, dan untuk teofilin oral dan
intravena, kira-kira 6 jam.
BRONKODILATOR
:TEOFILIN
PREPARAT-PREPARAT
TEOFILIN
OBAT
|
DOSIS
|
PEMAKAIAN
DAN PERTIMBANGAN
|
Aminofilin
Teofilin (theo Dur,
Quibron, Slo-thyllin, Ellikopilin)
Okstrifillin
(choledyel)
Difillin (dyline,
Dilor, Lufylilin)
|
D:IV:dosis pembebanan
6 mg/kg
PO:200-300 mg, setiap
6-8 jam
D:PO:100-200 mg,
setiap 6-12 jam, atau 1-3 mg/kg, setiap 8 jam, dosis individual
A:PO:50-1—mg, setiap
6-12 jam
D:PO:200 mg, q.i.d.
atau setiap 6 jam
A (6-12 th): 4mg/kg,
setiap 6 jam
D:PO:200-800 mg,
q.i.d. atau setiap 6 jam
|
IV untuk serangan
asma akut. Untuk pemakaian IV, obat harus diencerkan. Preparat oralnya adalah
tablet atau eliksir. Lihat teks untuk efek sampingnya.
Untuk asma. Obat
tersedia dalam bentuk tablet, tablet timed-release, cairan, eleksir,
suspensi, dan dalam kombinasi dengan obat-obat lain. Pantau kadar teofilin
serum. Lihat teks untuk efek sampingnya.
Untuk asma dan COPD
Untuk asma dan COPD
|
EFEK
SAMPING DAN REAKSI YANG MERUGIKAN
Efek samping dan reaksi yang merugikan mencakup mual dan
muntah, nyeri lambung karena peningkatan sekresi asam lambung, perdarahan usus,
disritmia jantung, palpitasi (berdebar), hipotensi berat, hiperrefleks, dan
kejang. Keracunan teofilin kemungkinan besar akan terjadi apabila kadarnya
dalam serum melampaui 20 mikrogram/mL. Teofilin dapat menyebabkan
hiperglikemia, menurunkan waktu pembekuan darah, dan meningkatkan jumlah sel
darah putih (lekositosis). Karena efek diuretik Xantin termasuk teofilin, klien
harus dinasihati untuk tidak minum kopi, teh, minuman semacam koka-kola, dan
coklat serta harus banyak minum air.
INTERAKSI
OBAT
Beta bloker, simetidin (Tagamet), propanolol (Inderal)
dan eritromisin menurunkan metabolisma hati dan meningkatkan waktu paruh dan
efek teofilin sedangkan barbiturat dan karbamazepin menurunkan efeknya. Pada
masing-masing keadaan dosis teofilin harus disesuaikan. Teofilin meningkatkan
kerja digitalis, dan menurunkan kerja fenitoin (Dilantin) dan litium.
GLUKOKORTIKOID
(STEROID)
Glukokortiroid adalah anggota keluarga kortikosteroid,
dipakai untuk mengobati banyak gangguan pernapasan terutama asma. Obat-obat ini
mempunyai khasiat antiinflamasi dan diindikasikan jika asma tidak responsif
terhadap terapi bronkodilator. Efek sampingnya signifikan pada pemakaian jangka
panjang yang berupa retensi cairan, hiperglikemi, dan terganggunya respon
sistem imun. Diperkirakan glukokortikoid mempunyai efek sinergistik jika
diberikan bersama dengan agonis beta2. Anggota dari kelompok obat ini beklometason
(Vanceril, Beclovent), triamsinolon (Amcort, Aristocort), deksametason
(Decadron), hidrokortison, dan prednison. Obat-obat ini dapat diberikan dengan
inhaler aerosol (beklometason) atau dalam bentuk tablet (triamsinolon,
deksametason, prednison) atau dalam bentuk injeksi (deksametason,
hidrokortison).
Obat-obat ini dapat mengiritasi selaput lendir lambung
dan harus dimakan bersama makanan untuk menghindari terbentuknya tukak. Jika
ingin menghentikan glukokortikoid, dosis harus diturunkan secara bertahap
dengan perlahan-lahan untuk mencegah insufisiensi adrenal. Dosis tunggal
biasanya tidak menimbulkan supresi adrenal. Pemakaian inhaler oral mengurangi
resiko terjadinya supresi adrenalnyang berkaitan dengan terapi glukokortikoid
sistemik oral.
EFEK
SAMPING DAN EFEK YANG MERUGIKAN
Efek samping akibat inhaler oral umumnya lebih bersifat
lokal daripada sistemik (iritasi tenggorokan, serak, mulut kering, dan batuk).
Infeksi jamur pada mulut, laring, dan faring dapat terjadi tetapi bersifat
reversibel dengan penghentian obat dan pengobatan antijamur.
Glukokortokoid oral dan injeksi mempunyai banyak efek
samping, yaitu retensi cairan (kelopak mata sembab, edema pada anggota gerak
bawah, moon face, dan bertambahnya berat badan), menipisnya kulit, purpura,
distribusi subkutan (lemak) yang abnormal, dan meningkatnya gula darah.
NATRIUM
KROMOLIN
Natrium kromolin (Intal) dipakai untuk pengobatan
pencegahan pada asma bronkial. Obat ini tidak dipakai untuk serangan asma akut.
Kromolin tidak mempunyai khasiat bronkodilator atau antiinflamasi tetapi
bekerja dengan menghambat pelepasan histamin. Metode pemberiannya adalah
inhalasi. Obat ini dapat dipakai bersama dengan adrenergik beta dan derivat
xantin. Bronkospasme rebound merupakan efek samping yang serius dari kromolin.
Obat ini tidak boleh dihentikan dengan mendadak karena dapat menimbulkan
serangan asma.
ANTIKOLINERGIK
Agonis adrenergik beta dan metilsantin telah menggantikan
posisi obat-obat antikolinergik dalam pengobatan asma. Belakangan ini obat
antikolinergik baru telah diperkenalkan, yaitu ipratropium bromida (Atrovent),
untuk mengobati keadaan asma dengan melonggarkan bronkioli. Tidak seperti
antikolinergik yang lain, efek samping sistemik dari ipratropium lebih sedikit.
Obat ini diberikan dengan aerosol.
MUKOLITIK
Mukolitik bekerja seperti deterjen dengan mencairkan dan
mengencerkan sekret mukosa yang kental
sehingga dapat dikeluarkan. Asetilsistein (Mucomyst) diberikan dengan
cara nebulisasi. Obat ini tidak boleh dicampur dengan obat-obatan lain.
Pengobatan harus diberikan bersama-sama dengan bronkodilator untuk klien dengan
asma atau penyakit saluran pernapasan hiperaktif. Efek sampingnya meliputi mual
dan muntah, stomatitis, dan hidung berair.
ANTIMIKROBA
Antibiotik hanya
dipakai jika terjadi infeksi akibat tertahannya sekresi mukus.
PROSES
KEPERAWATAN COPD DAN ASMA
Pengkajian
·
Dapatkan riwayat medis dan obat dari
klien. Jika terdapat gangguan jantung (hipertensi, angina, aritmia jantung),
simpatomimetik (adrenergik) biasanya dihindari. Riwayat adanya tukak peptik,
penyakit hati, atau penyakit ginjal harus dilaporkan kepada dokter.
·
Dapatkan tanda-tanda vital dasar klien
untuk mengidentifikasi adanya kelainan dan perbandingan pada masa mendatang.
·
Kaji terhadap mengi, penurunan
bunyi napas, batuk, dan produksi dahak.
·
Nilai keadaan sensoris untuk mengetahui
adanya kebingungan dan kegelisahan akibat hipoksia dan hiperkapnea
(meningkatnya CO2).
Perencanaan
·
Klien akan bebas dari mengi dan bidang
paru akan bersih dalam 2 sampai 5 hari.
·
Klien memakai obat oral atau inhaler
seperti yang diresepkan.
Intervensi
Keperawatan
·
Pantau tanda-tanda vital. Tekanan darah
dan denyut jantung dapat meningkat dengan tinggi. Periksa adanya aritmia
jantung.
·
Sediakan hidrasi yang memadai. Dengan
memasukkan cairan yang bertambah akan membantu mengencerkan sekresi bronkus.
·
Pantau terapi obat. Amati adanya efek
samping. Periksa kadar teofilin serum dan plasma. Kadar normalnya adalah 10
sampai 20 mikrogram/mL.
·
Sediakan terapi pernapasan dengan
menepuk dada dan drainase postural.
Evaluasi
·
Evaluasi efektifitas bronkodilator.
Klien dapat bernapas tanpa mengi dan tanpa efek samping.
·
Evaluasi kadar teofilin serum untuk
memastikan kadarnya berada dalam batas-batas yang dapat diterima.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar